TEMPO.CO, Surakarta - Palang Merah Indonesia Surakarta membangun klinik cuci darah atau hemodialisis. Ketua PMI Surakarta Susanto Tjokrosoekarno mengatakan PMI bekerja sama dengan Lions Club Solo Bengawan membangun klinik cuci darah dengan investasi Rp 1,5 miliar. Uang tersebut untuk membeli sepuluh unit mesin cuci darah, serta menyiapkan ruangan dan fasilitas pendukung seperti televisi di tiap tempat tidur.
"Kami menyediakan layanan cuci darah gratis," katanya saat peresmian gedung klinik, Selasa, 22 April 2014. Tiap mesin dapat melayani dua pasien per hari sehingga dalam sehari maksimal bisa melayani 20 pasien cuci darah.
"Untuk cuci darah biasanya butuh waktu 4-5 jam per pasien," ujar Sekretaris PMI Surakarta Sumartono Hadinoto. Dia menyediakan tiga dokter spesialis dan empat perawat untuk melayani pasien.
Dia menegaskan siap melayani pasien cuci darah yang belum mendapatkan klinik cuci darah secara permanen atau tidak memiliki biaya. "Yang tidak punya biaya, kami gratiskan. Nanti kami akan urus klaim ke BPJS Kesehatan," katanya.
Pelayanan tidak hanya untuk warga Surakarta, tapi juga menerima masyarakat daerah lain. Prinsipnya, siapa pun yang membutuhkan layanan kesehatan akan dilayani sesuai kemampuan.
Susanto mengatakan selama ini PMI Surakarta fokus pada kegiatan amal. Selain klinik cuci darah gratis bagi masyarakat tidak mampu, kegiatan sosial lain yang sudah dilakukan seperti menyediakan darah gratis.
"Cukup bawa surat keterangan tidak mampu dari RT setempat. Pasti kami gratiskan," katanya. Dia menyebutkan PMI Surakarta mampu menyediakan 10 ribu kantong darah sebulan. Kemudian ada program dompet kemanusiaan untuk membiayai pengobatan warga tidak mampu. "Sudah ada 400 orang yang kami biayai. Bahkan sampai operasi di Jakarta," ucapnya.
Penanggung jawab klinik hemodialisis PMI Surakarta, Joko Prananto, mengatakan pelayanan kesehatan di klinik hemodialisis bersifat nirlaba. Selain mengandalkan klaim dari BPJS Kesehatan, dana operasional berasal dari donatur. "Kami tidak mencari laba. Semua untuk pelayanan," katanya.
Dia berharap kegiatan tersebut dapat mendorong lembaga kesehatan lain menyediakan layanan kesehatan serupa. Sebab, di Indonesia, pasien gagal ginjal yang membutuhkan cuci darah tercatat sekitar 150 ribu orang. Namun baru 100 ribu orang yang mendapatkan terapi dialisis.
UKKY PRIMARTANTYO