TEMPO.CO, Surabaya - Wakil Ketua Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (NU) Jawa Timur Soleh Hayat mempersilakan bila para kiai sepuh NU punya afiliasi politik sendiri pada pemilu presiden 9 Juli mendatang. Soleh tidak memungkiri bahwa saat ini para ulama kultural NU telah terpolarisasi ke kubu calon presiden tertentu. Misalnya pengasuh Pondok Pesantren Sidogiri, Pasuruan, KH Nawawi Abdul Djalil, yang condong ke Prabowo Subianto. (Baca: Kiai Sepuh NU Condong Duet Prabowo-Mahfud Md.)
Begitu pula dengan para ulama NU di Kediri, seperti pengasuh Pesantren Lirboyo KH Idris Marzuki, pengasuh Pesantren Al-Amien KH Anwar Iskandar, pengasuh Pesantren Al-Falah KH Zainudin Jazuli, dan lain-lain. Adapun KH Salahuddin Wahid dari Pesantren Tebuireng serta KH Aziz Mansyur dari Pesantren Tarbiyatun Nasiin, Jombang, cenderung mendukung Joko Widodo alias Jokowi.
Baca Juga:
Menurut Sholeh, NU tidak dapat membatasi sikap para ulama kultural yang telah kenyang pengalaman. Namun ia mengimbau bagi warga Nahdliyin yang mendukung calon presiden, baik Prabowo maupun Jokowi, hendaknya tidak mengatasnamakan NU. "Dukungan politik itu hak masing-masing individu, tapi jangan membawa-bawa organisasi," kata Soleh, Senin, 5 Mei 2014.
Secara lembaga, kata Soleh, sikap NU sudah jelas, yakni netral dan mengayomi semua pihak. NU juga tidak mengeluarkan sikap politik bernada dukung-mendukung calon tertentu, meskipun hanya samar-samar. "Sebab ranah politik NU bukan politik praktis, tapi politik kebangsaan," kata dia.
Dengan jumlah pengikut mayoritas di Jawa Timur, Soleh paham bahwa NU merupakan organisasi kemasyarakatan yang selalu diperebutkan capres dari pemilu ke pemilu. Ulama pengasuh pondok yang memiliki santri ribuan juga selalu diperhitungkan untuk mendulang suara.
Namun dalam urusan politik, kata Soleh, tidak semua santri mau menuruti perintah kiainya. "Santri itu ya macam-macam. Ada santri yang mau nurut disuruh nyoblos capres ini, tapi banyak pula yang menolak," kata Soleh.
Pengamat politik dari Universitas Airlangga Surabaya Haryadi menilai, kiai NU pengasuh pesantren besar yang setara akan terfragmentasi orientasi politiknya dalam pilpres 2014, merupakan hal yang nyaris niscaya.
Fragmentasi kiai-kiai dan pesantren NU dalam pilpres dikatakan niscaya, kata Haryadi, sebab telah berkembang sebagai mekanisme survival ekonomi NU dalam konteks pilpres. "Mustahil membayangkan kiai dan pesantren NU solid hanya dukung satu capres," ujar Haryadi.
KUKUH S. WIBOWO