TEMPO.CO, Surabaya - Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini mengatakan rencana penutupan lokalisasi Dolly sudah dirancang sejak empat tahun lalu. Risma menampik bila penutupan Dolly tidak melalui perencanaan matang. "Itu sudah lama dirancang, enggak tiba-tiba ditutup. Dulu, saya memang pesimistis menutup Dolly. Tapi, setelah dibicarakan lagi, Dolly harus ditutup, dan saya yakin bisa," kata Risma di Balai Kota Surabaya, Selasa, 6 Mei 2014.
Risma mengaku mendapat dukungan dari berbagai lapisan masyarakat terkait dengan rencana tersebut. Bahkan dia menegaskan dukungan juga berasal dari internal masyarakat di sekitar lokalisasi Dolly. "Saya enggak bisa buka siapa masyarakat di lokalisasi yang mendukung. Kalau saya buka, bisa pecah (konflik) di Dolly. Masyarakat luar Surabaya juga mendukung saya," Risma mengatakan.
Setelah ditutup, kata dia, Dolly akan disulap menjadi sentra kegiatan ekonomi masyarakat, seperti pusat pedagang kaki lima (PKL) dan kerajinan. Pemerintah Kota Surabaya sudah menganggarkan sejumlah dana untuk membeli sebagian rumah bordil. Namun Risma enggan membuka besaran dananya. Pihaknya juga membuka pintu bagi investor swasta yang berminat menanamkan modal di kawasan merah tersebut.
Risma yakin penutupan Dolly bisa memutus mata rantai prostitusi di Surabaya. Kasus human trafficking yang melibatkan anak di bawah umur juga bisa ditekan. Dengan cara ini, Risma berharap masyarakat tidak bergantung lagi pada aktivitas kemaksiatan.
Disinggung ihwal resistensi dari DPRD Kota Surabaya, ia mengatakan penolakan itu hanya dilakukan oknum anggota Dewan. "Banyak juga yang mendukung, kok. Yang menolak itu sebagian kecil saja, jadi tidak benar kalau DPRD menolak," katanya.
Kepala Dinas Sosial Kota Surabaya Supomo mengatakan sudah memberikan pelatihan kewirausahaan dan mencarikan peluang kerja bagi muncikari, PSK, dan masyarakat sekitar. Setiap PSK dan muncikari akan mendapat pesangon Rp 5 juta. "Sekarang menyisakan 1.080 PSK, dan kami sudah menggelar pelatihan itu sejak lama. Rencana penutupan Dolly ini sebetulnya sejak 2002, jadi bukan rencana baru lagi," kata Supomo.
Ia mengakui tidak sedikit PSK yang menolak terkait dengan rencana penutupan Dolly. Menjelang 19 Juni, pihaknya terus berkoordinasi dengan instansi keamanan untuk menjaga lingkungan sekitar tetap kondusif. "PSK dan muncikari tidak harus pulang ke kampung asalnya. Mereka boleh tinggal di sana, asalkan tidak membuka lokalisasi lagi," ujarnya.
DIANANTA P. SUMEDI