TEMPO.CO, Malang - Lembaga perlindungan cagar budaya, Yayasan Inggil Malang, menyesalkan pembongkaran bangunan bekas gedung bioskop Merdeka di Jalan Basuki Rachmat, Kota Malang. Bangunan yang berdiri sejak 1928 itu kini telah rata dengan tanah. "Bangunan bekas gedung bioskop Merdeka itu memiliki nilai sejarah, dan bagian dari 180 cagar budaya di Malang," kata Ketua Yayasan Inggil Dwi Cahyono, Rabu, 7 Mei 2014.
Bekas gedung bioskop itu, kata dia, merupakan warisan budaya yang harus dilestarikan. Di sepanjang kawasan Kayu Tangan atau Jalan Basuki Rachmat, banyak berdiri bangunan cagar budaya karena kawasan tersebut merupakan sentra ekonomi yang berkembang sejak zaman kolonial.
Namun bangunan-bangunan bersejarah tersebut umumnya hancur setelah terjadi sengketa kepemilikan. Untuk itu ia mendesak Pemerintah Kota Malang segera melindungi keberadaan bangunan cagar budaya itu dalam bentuk peraturan daerah. Total sebanyak 180 bangunan yang tersebar di 20 kawasan cagar budaya harus dilindungi.
Jika dibiarkan, ia khawatir lambat laun bangunan bersejarah akan habis, rusak, atau sengaja dibongkar. Saat ini hanya sedikit bangunan cagar budaya yang masih berdiri kokoh. Antara lain Balai Kota Malang, gedung SMA Tugu, SMA Katolik Cor Jesu, gedung PLN, dan sejumlah bangunan di sepanjang Jalan Ijen Malang.
Padahal sebelumnya pendataan Balai Pelestarian Cagar Budaya Jawa Timur merekomendasikan 25 bangunan merupakan bangunan cagar budaya dan tidak boleh berubah bentuk. Renovasi pun hanya diizinkan secara terbatas.
Baca Juga:
Dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya disebutkan bahwa bangunan yang memiliki nilai sejarah, kekhasan, dan berusia di atas 50 tahun harus ditetapkan sebagai bangunan cagar budaya. "Belum ada peraturan daerah. Kami tak berdaya melarang pembongkaran bangunan," kata Wakil Wali Kota Malang Sutiaji.
Bangunan cagar budaya ini dikenal sebagai salah satu tujuan wisata. Wisatawan mancanegara asal Belanda sering berkunjung untuk menikmati arsitektur kolonial, terutama bangunan yang telah berusia ratusan tahun. Namun sampai saat ini Kota Malang tak memiliki tim ahli cagar budaya sehingga bangunan cagar budaya rawan rusak atau beralih fungsi.
EKO WIDIANTO