TEMPO.CO , Seattle - Cangkang siput laut yang hidup di sepanjang pantai bagian barat Amerika Utara kian rapuh. Para peneliti menduga kerapuhan cangkang siput itu disebabkan oleh naiknya kadar keasaman air laut di Samudra Pasifik. Perubahan kimia di lautan ini ada kemungkinan disebabkan oleh peningkatan kadar karbon dioksida di atmosfer.
Para peneliti menemukan hal tersebut saat mempelajari salah satu pteropoda dari spesies Limacina helicinayang yang dikenal sebagai kupu-kupu laut. Siput itu memiliki bagian tubuh yang menyerupai sayap untuk membantu mereka meluncur di dalam air. Seperti hewan bercangkang lainnya, pteropoda menggunakan karbon dioksida yang larut dalam air laut untuk membentuk cangkang. (Baca: Siput Laut Punya Penis Sekali Pakai)
Nina Bednarsek, ahli biologi laut dari Badan Atmosfer dan Kelautan Nasional (NOAA) di Seattle, Amerika Serikat, mengumpulkan pteropoda di 13 lokasi dari Washington hingga California bagian selatan sepanjang 2011. Bersama koleganya, Bednarsek memeriksa cangkang-cangkang rapuh berukuran satu sentimeter atau lebih kecil dengan menggunakan mikroskop elektron.
Pteropoda yang sehat umumnya memiliki cangkang mulus. Namun sebagian besar cangkang siput yang mereka teliti ternyata menunjukkan tanda-tanda kerapuhan. Bednarsek mengatakan tekstur kasar di cangkang itu membuat siput terlihat seperti ampelas. "Saya terkejut dengan luasnya tingkat kerapuhan itu," kata Bednarsek. "Kami tidak menduga populasi yang terkena dampak sangat besar." (Baca:Siput Ini Bercangkang Transparan)
Pengujian di laboratorium menunjukkan proses pembentukan terganggu dan cangkang menjadi rapuh karena air laut semakin asam. Saat konsentrasinya di atmosfer meningkat, karbon masuk ke lautan melalui reaksi kimia. Hal ini menyebabkan kadar keasaman (pH) di permukaan anjlok hingga 0,1 unit sejak era industri. Kondisi ini membuat ekosistem laut terancam.
Studi yang dipublikasikan dalam jurnal Proceedings of the Royal Society B., 30 April 2014, itu memperkuat temuan sebelumnya tentang pengaruh tingginya kadar keasaman air laut terhadap kerusakan cangkang. Pada 2012, peneliti mendokumentasikan adanya kerusakan pada cangkang tiram di dalam akuarium di Oregon yang dialiri air laut. Air laut tersebut menjadi lebih asam akibat perubahan pola arus laut di lepas pantai. Pada tahun yang sama, peneliti juga melaporkan adanya kerusakan cangkang pteropoda yang dikumpulkan di Laut Selatan di sekitar Antartika.
Para peneliti belum mengetahui pasti pengaruh kerusakan tersebut pada populasi pteropoda atau ekosistem yang lebih besar.Namun studi menunjukkan kerusakan cangkang membuat organisme tak bertulang belakang itu bakal kesulitan menghadapi infeksi. Mereka juga bakal kesulitan menjaga metabolisme kimia tubuh, mempertahankan diri terhadap serangan predator, dan menjaga keseimbangan saat di laut.
Siput merupakan salah satu organisme terbanyak di bumi. Namun peran aslinya dalam ekosistem belum diketahui seluruhnya. Gareth Lawson, ahli biologi kelautan dari Woods Hole Oceanographic Institution, Massachusetts, menyebutkan siput bisa menjadi sumber makanan penting bagi ikan dan organisme lainnya. Spesies L. helicina, menurut Lawson, merupakan makanan utama salmon jambon yang menjadi primadona tangkapan laut di Pasifik Utara.
NOAA | SCIENCE | GABRIEL WAHYU TITIYOGA
Berita terpopuler:
Hashim: Saat Tragedi Mei 1998, Prabowo Bersama Rhoma
Kiai PKB Resmi Dukung Jokowi Jadi Capres
Soal Boko Haram, Tweeps Serang Menteri Tifatul
Jokowi: Cawapres Bisa Selain Kalla dan Abraham