TEMPO.CO, Jakarta - Pengamat pers, Atmakusumah Astraadmadja, mengomentari tentang pernyataan calon presiden Prabowo Subiakto di Surabaya pada Kamis, 29 Mei 2014, tentang jaminan pribadi untuk kebebasan pers.
Menurut dia, pernyataan Prabowo bermaksud melunakkan hati para pengelola media terkait dengan pemberitaan seputar kariernya pada masa lalu yang diungkap sedemikian gamblang oleh media.
"Dalam era kebebasan pers seperti sekarang, kelemahan-kelemahan Prabowo dalam kariernya pada masa lalu menjadi hal-hal yang dianggap negatif bagi pencalonan dirinya sebagai presiden," kata Atma pada Sabtu, 31 Mei 2014, di Jakarta.
Menurut tokoh pers nasional di Indonesia ini, Dewan Pers Nasional tampaknya tak perlu mengomentari pernyataan Prabowo. "Karena pernyataan ini ya dimaksudkan untuk pengelola media atau pers. Ini cara Prabowo melunakkan pers atau media dengan pemberitaan seputar dirinya," ujarnya.
Pria asal Jawa Barat yang biasa disapa Atma ini menyebutkan kebebasan pers atau media yang terjadi di Indonesia sekarang berdasarkan penelitian yang dilakukan para pengamat internasional, yang menyatakan apa yang diungkap media atau pers nasional saat ini adalah hal yang paling dipercaya dan sebagai keterbukaan informasi.
Mantan Ketua Dewan Pers periode 2000-2003 ini menegaskan sekarang tidak ada pemimpin nasional atau pejabat negara--dalam hal ini presiden--yang melakukan kesewenangan tehadap pemberitaan pers atau media seperti pada masa sebelum reformasi.
Jika sekarang masih terjadi, itu karena beberapa sikap pejabat daerah, seperti bupati atau gubernur daerah setempat, tapi tetap penyelesaiannya mengacu pada landasan hukum kebebasan pers yang diatur UUD 45, amandemen UUD 45, UU Pokok Pers Nomor 40 Tahun 1999, dan UU HAM.
"Memang ada UU lain yang bisa membatasi gerak kebebasan pers, seperti pada Kitab Undang Undang Hukum Pidana (KUHP), Undang-Undang Hak Cipta, UU Perseroan terbatas, dan lainnya. Tetapi semua itu baru akan dipakai setelah mengacu pada Delik Pers yang menjamin kebebasan pers di Indonesia," ujarnya.
Atma mengatakan kebebasan pers adalah hal mendasar pada UUD 1945, sedangkan perangkat hukum yaitu UU Pers dan UU HAM melalui penegak hukum yang memberikan perlindungan bagi lembaga media apabila mereka diancam dalam suatu demonstrasi yang menentang media, dan bukan "bertekuk-lutut" di muka kaum demonstran itu. (Baca: Soal Yordania, Projo Ragukan Patriotisme Prabowo)
Menurut Atma, undang-undang, para penegak hukum, politikus, dan para pejabat tidak boleh melakukan diskriminasi terhadap pekerjaan jurnalistik, pernyataan-pernyataan kritis dalam demonstrasi, dan dalam pandangan-pandangan kritis yang dinyatakan di dalam konferensi, seminar, workshop, dan sebagainya.
"Apabila mereka melanggar hukum, mereka harus diadili di bawah hukum perdata. Tapi jangan sekali-kali menggunakan hukum kriminal yang bisa menyebabkan mereka dihukum penjara," katanya.
Atma pun mengingatkan, di sisi lain, media harus terus-menerus memperbaiki kualitasnya untuk menjamin tak akan ada lagi alasan bagi pemerintah dan publik melakukan penindasan terhadap kebebasan berekspresi.
HADRIANI P.
Berita Terpopuler
Massa Berjubah Kembali Datangi Rumah Julius
Perubahan Haji Era Anggito
Pakar Tata Negara Usulkan Kompilasi UU Pemilu
Sangeang Meletus, Bima Tanggap Darurat Tujuh Hari