TEMPO.CO, Jakarta - Data-data ekonomi dalam negeri yang di bawah ekspektasi semakin menurunkan kepercayaan investor terhadap nilai tukar rupiah. Di transaksi pasar uang, Selasa, 3 Juni 2014, rupiah kembali melemah 43 poin (0,37 persen) ke level 11.810 per dolar Amerika Serikat.
Analis dari PT Platon Niaga Berjangka, Lukman Leong, mengatakan pelemahan rupiah di awal bulan masih dipengaruhi oleh faktor internal. "Defisit neraca perdagangan yang semakin lebar mengindikasikan kebutuhan dolar masih sangat tinggi. Akibatnya, nilai tukar rupiah melemah."
Baca Juga:
Defisit neraca perdagangan bulan April mencapai US$ 1,96 miliar, sangat jauh di atas ekspektasi. Padahal, sepanjang kuartal pertama neraca perdagangan sudah mengalami surplus. Pelaku pasar pun kecewa sehingga memutuskan untuk mengurangi aset-aset investasinya dalam bentuk rupiah. (Baca juga: BI: Kurs Rupiah 11.600-11.800 per Dolar AS).
Di sisi lain, adanya kekhawatiran kenaikan laju inflasi juga membatasi minat beli aset-aset berdenominasi rupiah. Menghadapi bulan puasa dan Lebaran, inflasi akan merangkak naik. Bila inflasi tak terkendali, maka imbal hasil investasi yang diterima pelaku pasar akan tergerus. "Potensi kenaikan inflasi membuat pasar akan semakin wait and see," kata Lukman.
Sebaliknya, posisi dolar AS di pasar global sedang cenderung menguat ditopang oleh membaiknya fundamental ekonomi negara itu. Terlihat dari data manufaktur dan perumahan yang kian menggembirakan. Hal itu akan memicu pelaku pasar global untuk menarik modalnya dari pasar berkembang untuk ditanamkan di Negeri Abang Sam.
PDAT | M. AZHAR
Terpopuler
Survei BPS: Orang Indonesia Ternyata Cukup Bahagia
Ingin Bahagia? Kuncinya Sekolah yang Tinggi
AirAsia dan Blue Bird Luncurkan Airport Transfer