TEMPO.CO, Jakarta - Sepuluh unit alat hemodialisa (cuci darah) milik Palang Merah Indonesia (PMI) Surakarta hingga saat ini mangkrak. Penyebabnya, mereka kesulitan untuk mendapatkan izin pengoperasian layanan cuci darah dari Dinas Kesehatan setempat.
Menurut Sekretaris PMI Surakarta Sumartono Hadinoto, sepuluh mesin yang dimiliki sebenarnya sudah siap untuk dioperasikan sejak bulan kemarin. "Mesin canggih itu merupakan sumbangan dari beberapa organisasi sosial," katanya saat ditemui, Selasa, 3 Juni 2014.
Sumartono mengatakan layanan cuci darah di Surakarta masih sangat terbatas. "Hanya rumah sakit besar yang memiliki," ujarnya. Hal itu membuat pasien penderita gagal ginjal harus rela antre untuk mendapatkan layanan kesehatan tersebut.
Rencananya, mereka akan membuka klinik cuci darah yang menyediakan layanan gratis untuk masyarakat miskin. "Kami subsidi silang dengan pasien dari kalangan mampu," katanya. Klinik tersebut juga akan melayani pasien yang tercatat sebagai peserta Jaminan Kesehatan Nasional ataupun program Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat Surakarta.
Sayangnya, mereka belum bisa mengoperasikan klinik tersebut lantaran terganjal perizinan dari Dinas Kesehatan setempat. "Padahal, kami ingin membantu pemerintah dalam penyediaan layanan kesehatan," tuturnya. Sumartono mengatakan klinik yang disediakan itu tidak berorientasi mencari keuntungan.
Menurut Sumartono, Dinas Kesehatan Surakarta meminta klinik tersebut menyediakan tenaga konsultan dari dokter spesialis penyakit dalam yang memiliki surat izin praktek. "Padahal, dalam aturannya bisa hanya dokter spesialis penyakit dalam bersertifikat," katanya. Perbedaan penafsiran atas peraturan tersebut, menurut dia, menjadi penyebab utama.
PMI merasa sangat kesulitan untuk mendapatkan dokter spesialis penyakit dalam yang masih memiliki surat izin praktek. Sebab, satu dokter hanya memiliki jatah izin praktek di tiga tempat. "Rata-rata dokter spesialis penyakit dalam di Surakarta sudah habis jatahnya," katanya.
Sedangkan saat ini pihaknya sudah berhasil mendapatkan dua dokter spesialis penyakit dalam bersertifikat yang siap membantu. "Dua dokter itu juga sudah mendapat rekomendasi dari Persatuan Nefrolog Indonesia," ujarnya. Meski demikian, Dinas Kesehatan belum kunjung mengabulkan perizinannya.
Sedangkan Kepala Dinas Kesehatan Kota Surakarta Siti Wahyuningsih mengaku tidak mempersulit proses perizinan. Pihaknya justru mendukung pengoperasian klinik itu. "Hanya saja, sistem dan aturannya juga harus dipenuhi," tuturnya. Menurut dia, klinik itu harus melengkapi semua persyaratan yang telah diatur Kementerian Kesehatan.
Menurut Siti, dia hanya meminta agar dokter spesialis penyakit dalam yang dimiliki oleh klinik tersebut memperoleh rekomendasi dari Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah. "Tapi sampai detik ini rekomendasi itu belum sampai di meja saya," katanya. Dia berjanji segera menerbitkan izin jika rekomendasi tersebut telah dilampirkan.
AHMAD RAFIQ
Berita Terpopuler:
Ahok Dilaporkan Kuasa Hukum Udar ke Mabes Polri
Sebab Raja Spanyol Turun Takhta
Tak Hadirkan Saksi Meringankan, Akil: Mahal
Foto Topless Dikecam, Scout Willis Tidak Menyesal