TEMPO.CO, Jakarta - PT Jakarta Monorail meminta Pelaksana Tugas Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama untuk segera menyetujui perjanjian kerja sama (PKS). Direktur Utama PT Jakarta Monorail John Aryananda menilai hanya melalui keputusan Ahok lah keberlangsungan proyek ini dapat dilanjutkan.
"Pokoknya kalau kita didukung oleh Gubernur, baru deh proyek ini akan jalan," ujar John Aryananda, Rabu, 26 Juni 2014. (baca: Ahok Sarankan Proyek Monorel Disetop)
John mengatakan bila dirinya melihat Ahok di media massa, ia merasa mantan Bupati Belitung Timur ini sangat anti terhadap proyek pengerjaan yang dilakukan oleh pihaknya. "Ironisnya, hanya sosok Pak Ahok yang bisa menjadikan proyek ini berlanjut atau tidak. Tanpa dukungan Pak Ahok, ini proyek enggak akan jalan," ujar dia.
Dia juga mengatakan mengidolakan Ahok yang selalu ngotot untuk merealisasikan program. Akan tetapi, John menyayangkan mengapa proyek pengerjaan monorel oleh pihaknya seakan dipersulit. "Saya mengagumi Pak Ahok. Apa yang dia mau pasti selalu jadi. Tapi kalau kebetulan kita yang berseberangan dengan beliau, pasti kita yang kena landas," kata dia.
Dia mengatakan peraturan pada 2004, yang disetujui Gubernur DKI Sutiyoso saat itu, bisa menguntungkan swasta. Makanya, pihaknya tidak ragu untuk menjalankan proyek senilai triliunan rupiah ini. "Kalau mau kerja sama dengan swasta, ya swasta enggak ada yang mau rugi. Kita masuk dengan mata terbuka. Aturan pada 2004 sangat jelas kita punya proyeksi keuntungan di luar penjualan tiket," ujar dia.
Akan tetapi, John mengungkapkan sejak 2005 muncul sebuah peraturan pemerintah yang mengatur kerja sama Public Private Partnership (PPP). "Nah, itu yang sangat membingungkan. Sudah jelas ada kerangka hukumnya, tapi PKS ini diminta ditandatangani di luar kerangka hukum (tahun 2004) tersebut," katanya.
John merasa perubahan regulasi seharusnya tidak mempengaruhi perjanjian kerja sama yang sejak 2004 telah disetujui. "Lalu kenapa Pemprov DKI tidak dapat menghentikan kerja sama? Karena dalam perjanjian kerja sama (PKS) yang disepakati pada 2004 lalu, ada klausul kalau itu dibatalkan oleh pihak mana pun maka akan terjadi arbitrase," katanya.
Menurut dia, ada kewajiban Pemprov DKI untuk membagikan lahan untuk depo kepada pihak PT JM. Namun, DKI tidak kunjung memberikan lahan tersebut. "Tanpa lahan untuk depo tersebut sesuai perjanjian kerja sama tahun 2004, maka swasta tidak bisa melanjutkan pekerjaan proyek ini," kata John.
Dia mengatakan depo tersebut akan digunakan untuk membangun satu lantai di atas plafon kereta. Bisa dijadikan di retail shop seperti yang diperbolehkan sesuai PKS pada 2004.
"Sebab, pembangunan monorel kalau hanya mengandalkan penjualan tiket saja tidak akan untung, tidak bakal balik modal. Jadi, kami mengharapkan pendapatan dari pembangunan lantai di atas plafon kereta itu,” ujarnya.
"Kalau konsesi tersebut tidak mau dilepas ke swasta, diperjelas saja. Masalahnya, karena ini dibangun swasta, nanti akan ada tudingan di media kalau kami main mata. Kita jadi serba salah," katanya. (baca: Kisruh Monorel, DPRD: Groundbreaking tanpa PKS)
NURIMAN JAYABUANA