Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Ilmuwan Ditantang Ciptakan Obat Murah

Editor

Anton Septian

image-gnews
Dailymail.co.uk
Dailymail.co.uk
Iklan

TEMPO.CO, Lindau - Pakar kesehatan Hans Rosling mengungkapkan sebagian penduduk di negara dengan pendapatan per kapita rendah hidup kekurangan air, makanan atau pelayanan kesehatan dasar. Tapi, pembunuh nomor satu di sana bukan malnutrisi atau penyakit menular, melainkan penyakit seperti kanker dan penyakit jantung yang biasanya identik dengan negara industri.

”Mereka hidup seperti orang miskin, tapi mati seperti orang kaya,” ujar Hans, pakar kesehatan dari Karolinska Institute di Stockholm, pada pembukaan konferensi Nobel Laureate Meeting, Lindau, Jerman, Minggu, 29 Juni 2014.

Rosling menjelaskan, walau berpenghasilan rendah, negara-negara itu memiliki kesadaran dan kapasitas lebih besar untuk mengatasi masalah kesehatan. Kondisi mereka jauh lebih baik dibanding Amerika Utara dan Eropa di masa lalu, pada tingkat ekonomi yang sama. Tapi, mereka tetap tak mampu membeli obat-obatan yang dipasarkan untuk golongan mampu. Hans berpesan kepada 600 ilmuwan muda dari 80 negara, yang hadir pada acara itu, untuk mengubah cara berpikir mereka. “Ciptakanlah obat-obatan murah!”

Setiap tahun, ratusan ilmuwan muda dari seluruh dunia berbondong-bondong datang ke Lindau, kota di selatan Jerman, untuk mengikuti konferensi prestisius ini. Daya tarik utama pertemuan ini adalah kesempatan untuk bertemu dengan para peraih Nobel. Tema konferensi tahun ini adalah ilmu kedokteran dan fisiologi. Ada 37 pemenang nobel yang hadir selama enam hari pertemuan,  antara lain Françoise Barré-Sinousi, penemu virus HIV dan Harald zur Hauzen, penemu HPV yang menyebabkan kanker cerviks.  

Peserta melihat pertemuan ini sebagai kesempatan emas untuk membangun jejaring internasional, baik dengan pemenang Nobel maupun dengan rekan sesama ilmuwan. Mereka melalui seleksi sangat ketat agar bisa hadir ke pertemuan. ”Dari seribu pendaftar di Cina, hanya 30 yang diterima,” ujar Xu Shuangnian, yang sedang mengambil gelar doktor hematologi dari Third Military Medical University, Chongqing, Cina.

Pertemuan dibuka dengan sambutan dari penyelenggara acara dan sejumlah menteri, dan diakhiri dengan presentasi dari Hans Rosling. Sang profesor—dengan grafik, simulasi komputer dan humor segar--menunjukkan betapa ratusan ilmuwan, pemenang nobel dan sejumlah petinggi, masih belum mengetahui fakta kesehatan mendasar. Ia memberikan empat pertanyaan pilihan ganda, dan peserta menjawabnya menggunakan remote control. Hasilnya, tak ada yang dijawab dengan benar.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Misalnya, sebagian besar peserta memilih jawaban 20 persen dan 50 persen anak di seluruh dunia sudah divaksinasi. ”Padahal, ada 80 persen!”ujar Hans. Sebagian besar juga memilih rata-rata umur hidup manusia 60 tahun. Padahal jawaban yang benar adalah 70 tahun. ”Bahkan harapan hidup di Bangladesh pun 70 tahun.” Pola jawaban ini ternyata sama dengan di Inggris, Swedia dan tempat-tempat lainnya. ”Masalahnya, bukan pengetahuan yang kurang, tapi kita terpaku pada ide-ide yang sudah basi,” ujar Hans.

Salah satu ide yang basi itu, kata Hans, adalah dikotomi ‘negara maju’ dan ‘negara berkembang’.  Padahal, kini situasinya lebih kompleks. Standar kesehatan di negara berkembang nyaris setara dengan negara maju. Demikian pula banyak penduduk di negara maju pun tak bisa mendapat perawatan kesehatan yang bagus. Paradigma ini, kata Hans, harus diubah agar ilmuwan bisa menemukan cara terbaik untuk memecahkan masalah kesehatan dunia.

SADIKA HAMID (LINDAU)

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Puan Maharani Minta Polri Tindak Tegas Mafia Obat Covid-19

1 Agustus 2021

Ketua DPR RI Puan Maharani saat menyampaikan pidato dalam rapat paripurna ke-17 masa persidangan V tahun 2020-2021 di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis, 6 Mei 2021. Rapat Paripurna tersebut beragendakan mendengarkan pidato ketua DPR RI dalam rangka pembukaan masa persidangan V tahun 2020-2021. TEMPO/M Taufan Rengganis
Puan Maharani Minta Polri Tindak Tegas Mafia Obat Covid-19

Puan Maharani mengutuk praktik mafia obat, terlebih untuk obat terapi Covid-19. Meminta mereka ditindak tegas.


Bantah Terawan, YLKI Sebut Harga Obat Mahal karena Mafia Impor

27 November 2019

(ki-ka) Ketua BPOM RI Penny K Lukito, Ketua LPPOM MUI Lukmanul Hakim dan Ketua YLKI Tulus Abadi saat konferensi pers di gedung BPOM, Jakarta Pusat, 5 Februari 2018. BPOM menemukan adanya DNA babi dalam Viostin DS dan Enzyplex serta sekaligus mencabut peredaran produk tersebut dari pasaran. TEMPO/Fakhri Hermansyah
Bantah Terawan, YLKI Sebut Harga Obat Mahal karena Mafia Impor

YLKI menilai rencana Menkes Terawan Agus Putranto untuk mengambil alih perizinan obat tidak bakal mampu menurunkan harga obat.


Diancam Mafia, Nyawa Conor McGregor Dihargai Rp 14,3 Miliar

11 Januari 2018

Conor McGregor bercengkerama dengan Rita Ora dalam Fashion Award 2017 di London, akhir pekan lalu. (dailymail.co.uk)
Diancam Mafia, Nyawa Conor McGregor Dihargai Rp 14,3 Miliar

Bintang MMA dari UFC yang namanya sedang berkibar, Conor McGregor, dikabarkan sedang terlibat masalah dengan mafia Irlandia dan diancam untuk dibunuh.


Kasus Obat Palsu, IDI dan YLKI Desak Penguatan BPOM  

10 September 2016

Petugas kepolisian merilis barang bukti kasus obat kadaluarsa di Polda Metro Jaya, Jakarta, 5 September 2016. Polisi berhasil membongkar peredaran obat kedaluwarsa dan kosmetik palsu di salah satu toko obat yang beroperasi di wilayah Pramuka, Jakarta Timur yang dijual kembali ke pasaran dengan kemasan baru dan mengubah tahun kadaluwarsa obat.  M IQBAL ICHSAN/TEMPO
Kasus Obat Palsu, IDI dan YLKI Desak Penguatan BPOM  

IDI meminta pengawasan obat dan makanan diperketat.


Ingin Harga Obat Murah, KPPU Gandeng UNDP  

25 Mei 2016

Komisi Pengawas Persaingan Usaha. TEMPO/Amston Probel
Ingin Harga Obat Murah, KPPU Gandeng UNDP  

KPPU menggandeng UNDP agar masyarakat lebih mudah mengakses obat murah.


Tak Pernah Terjadi, Pemenang Lelang Obat Dibatalkan LKPP

9 Februari 2016

medicineworld.org
Tak Pernah Terjadi, Pemenang Lelang Obat Dibatalkan LKPP

Pelaku industri farmasi mempertanyakan akuntabilitas Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) yang membatalkan pemenang lelang obat


Obat di Indonesia Termahal di ASEAN, Ini Dalih Menkes

8 Januari 2016

Menteri Kesehatan, Nila Djuwita Moeloek, melakukan sidak alat pendeteksi virus Ebola di Bandara Soekarno Hatta, Tangerang, Banten, 3 November 2014. Sidak tersebut dilakukan untuk memperketat masuknya virus ebola ke Indonesia melalui bandara dan pelabuhan. TEMPO/Marifka Wahyu Hidayat.
Obat di Indonesia Termahal di ASEAN, Ini Dalih Menkes

Menteri Nila Moeloek mengatakan, obat-obatan paten tertentu seperti obat kanker mahal karena masih dibuat perusahaan farmasi asing.


KPPU: Harga Obat di Indonesia Termahal di ASEAN  

15 Desember 2015

Pengunjung menghadiri pameran niaga industri farmasi
KPPU: Harga Obat di Indonesia Termahal di ASEAN  

KPU menyebutkan harga obat di Indonesia termasuk salah satu yang termahal dibanding negara-negara tetangga di Asia Tenggara.


Tekan Harga Obat di Indonesia, Ini Usul KPPU  

15 Desember 2015

Pengunjung menghadiri pameran niaga industri farmasi
Tekan Harga Obat di Indonesia, Ini Usul KPPU  

KPPU mengusulkan pemerintah mengambil sejumlah langkah untuk menekan harga obat di Indonesia yang selama ini tergolong termahal di Asia Tenggara.


Ini Surat Edaran Perhimpunan Dokter Tanggapi Suap Farmasi  

13 November 2015

Ilustrasi dokter/kesehatan. Pixabay.com
Ini Surat Edaran Perhimpunan Dokter Tanggapi Suap Farmasi  

Investigasi Tempo menemukan sebanyak 2.125 dokter diduga menerima suap hingga Rp 131 miliar dari perusahaan farmasi.