TEMPO.CO, Lindau - Pakar kesehatan Hans Rosling mengungkapkan sebagian penduduk di negara dengan pendapatan per kapita rendah hidup kekurangan air, makanan atau pelayanan kesehatan dasar. Tapi, pembunuh nomor satu di sana bukan malnutrisi atau penyakit menular, melainkan penyakit seperti kanker dan penyakit jantung yang biasanya identik dengan negara industri.
”Mereka hidup seperti orang miskin, tapi mati seperti orang kaya,” ujar Hans, pakar kesehatan dari Karolinska Institute di Stockholm, pada pembukaan konferensi Nobel Laureate Meeting, Lindau, Jerman, Minggu, 29 Juni 2014.
Rosling menjelaskan, walau berpenghasilan rendah, negara-negara itu memiliki kesadaran dan kapasitas lebih besar untuk mengatasi masalah kesehatan. Kondisi mereka jauh lebih baik dibanding Amerika Utara dan Eropa di masa lalu, pada tingkat ekonomi yang sama. Tapi, mereka tetap tak mampu membeli obat-obatan yang dipasarkan untuk golongan mampu. Hans berpesan kepada 600 ilmuwan muda dari 80 negara, yang hadir pada acara itu, untuk mengubah cara berpikir mereka. “Ciptakanlah obat-obatan murah!”
Setiap tahun, ratusan ilmuwan muda dari seluruh dunia berbondong-bondong datang ke Lindau, kota di selatan Jerman, untuk mengikuti konferensi prestisius ini. Daya tarik utama pertemuan ini adalah kesempatan untuk bertemu dengan para peraih Nobel. Tema konferensi tahun ini adalah ilmu kedokteran dan fisiologi. Ada 37 pemenang nobel yang hadir selama enam hari pertemuan, antara lain Françoise Barré-Sinousi, penemu virus HIV dan Harald zur Hauzen, penemu HPV yang menyebabkan kanker cerviks.
Peserta melihat pertemuan ini sebagai kesempatan emas untuk membangun jejaring internasional, baik dengan pemenang Nobel maupun dengan rekan sesama ilmuwan. Mereka melalui seleksi sangat ketat agar bisa hadir ke pertemuan. ”Dari seribu pendaftar di Cina, hanya 30 yang diterima,” ujar Xu Shuangnian, yang sedang mengambil gelar doktor hematologi dari Third Military Medical University, Chongqing, Cina.
Pertemuan dibuka dengan sambutan dari penyelenggara acara dan sejumlah menteri, dan diakhiri dengan presentasi dari Hans Rosling. Sang profesor—dengan grafik, simulasi komputer dan humor segar--menunjukkan betapa ratusan ilmuwan, pemenang nobel dan sejumlah petinggi, masih belum mengetahui fakta kesehatan mendasar. Ia memberikan empat pertanyaan pilihan ganda, dan peserta menjawabnya menggunakan remote control. Hasilnya, tak ada yang dijawab dengan benar.
Misalnya, sebagian besar peserta memilih jawaban 20 persen dan 50 persen anak di seluruh dunia sudah divaksinasi. ”Padahal, ada 80 persen!”ujar Hans. Sebagian besar juga memilih rata-rata umur hidup manusia 60 tahun. Padahal jawaban yang benar adalah 70 tahun. ”Bahkan harapan hidup di Bangladesh pun 70 tahun.” Pola jawaban ini ternyata sama dengan di Inggris, Swedia dan tempat-tempat lainnya. ”Masalahnya, bukan pengetahuan yang kurang, tapi kita terpaku pada ide-ide yang sudah basi,” ujar Hans.
Salah satu ide yang basi itu, kata Hans, adalah dikotomi ‘negara maju’ dan ‘negara berkembang’. Padahal, kini situasinya lebih kompleks. Standar kesehatan di negara berkembang nyaris setara dengan negara maju. Demikian pula banyak penduduk di negara maju pun tak bisa mendapat perawatan kesehatan yang bagus. Paradigma ini, kata Hans, harus diubah agar ilmuwan bisa menemukan cara terbaik untuk memecahkan masalah kesehatan dunia.
SADIKA HAMID (LINDAU)