TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Majelis Tabligh dan Dakwah Korps Muballigh Jakarta Edy Mulyadi melaporkan harian The Jakarta Post ke Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia atas dasar penistaan agama. Menurut Edy, permintaan maaf dari Pemimpin Redaksi Jakarta Post saja tak cukup, jadi tetap harus dibawa ke ranah pidana. "Biar ada efek jera, agar media lebih berhati-hati," kata Edy, Selasa, 15 Juli 2014.
Dalam laporan itu, Majelis menuntut Jakarta Post atas dasar pelanggaran Pasal 156 huruf a KUHP tentang Perbuatan Menodai Agama. "Jika ada hukum pidana lain yang lebih berat, kami tentu akan menambahkannya," ujar Edy. (Baca: Prabowo Memaki Jakarta Post)
Menurut dia, langkah pelaporan itu dilakukan secara mandiri tanpa rekomendasi pihak mana pun. Karikatur ISIS yang dimuat oleh Jakarta Post, tutur dia, telah menimbulkan keresahan warga muslim. Ia juga tidak menerima penjelasan dan permintaan maaf Pemimpin Redaksi Jakarta Post yang menyatakan bahwa karikatur itu untuk mengkritik teror yang dilakukan oleh organisasi ISIS. (Baca: Dewan Pers: Keberpihakan Jakarta Post Lazim)
"Kalimat tauhid laa ilaaha illallah (tidak ada Tuhan selain Allah) itu milik semua umat muslim di dunia. Kalau ingin mengkritik ISIS, cantumkan saja ISIS, bukan tauhid," kata Edy. Sebelumnya, Jakarta Post edisi 3 Juli 2014 memuat karikatur yang berisi bendera berlambang tengkorak dengan kalimat tauhid di atasnya.
YOLANDA RYAN ARMINDYA
Terpopuler
Mubarok Beberkan 'Bom' Uang di Kongres Demokrat
Rahasia Kecantikan Angelina Jolie Terungkap
Goetze: Mimpi Kami Jadi Kenyataan