TEMPO.CO, Jakarta – Setelah pemberlakuan kebijakan pembatasan penggunaan solar bersubsidi, hampir separuh bus Kopaja di wilayah Jakarta Pusat tidak beroperasi. Ketua Umum Kopaja Nanang Basuki menjelaskan bahwa kebijakan tersebut membuat para sopir kebingungan mengisi bahan bakar.
"Kalau kami isi di luar trayek lain tidak boleh sebab ada pelarangan dari Dinas Perhubungan," ujarnya saat dihubungi Tempo, Senin, 4 Agustus 2014. (baca: Solar Hilang, Pengendara Beralih ke SPBU Lain)
Menurut Nanang, untuk wilayah Jakarta Pusat, total angkutan Kopaja berjumlah 300 dari total keseluruhan 1.400 angkutan yang tersedia. Namun, sejak diberlakukannya pembatasan solar itu, hanya 150 Kopaja yang beroperasi. (baca: Selain Jakarta, Solar Juga Dilarang di Empat Pulau)
Kebijakan yang memperbolehkan pengisian dari jam 08.00 sampai 18.00 banyak dikeluhkan para sopir. "Baru tiga Kopaja, solar sudah dibilang habis oleh petugas SPBU," kata Nanang.
Terkait jumlah kerugian yang diderita, Nanang dan pengusaha lain belum menghitung secara nominal jumlahnya. Biasanya pengusaha kopaja per hari rata-rata mendapat penghasilan berkisar Rp 500 ribu untuk non-AC dan Rp 700 ribu untuk yang AC.
Untuk itu, Organda Jakarta akan melakukan diskusi tentang hal tersebut. "Seharusnya kebijakan tersebut jangan dipukul rata," tutur Nanang. (baca:Solar Subsidi Dihapus, Ongkos Angkutan Melonjak)
Dia berpendapat jika pembatasan tersebut hanya menyusahkan rakyat saja. Angkutan barang, sayur, dan angkutan orang menggunakan solar. Dengan demikian, pembatasan tersebut bisa menaikkan harga. "Tapi sebenarnya saya tidak setuju baik pembatasan penggunaan maupun menaikkan harga BBM bersubsidi," kata Nanang.
AYU WANDARI
Terpopuler
ISIS Hancurkan Makam Nabi Yunus, Ini Alasannya
Sekjen PBB Frustasi Hadapi Israel-Hamas
Pendukung ISIS Menyebar di Negara ASEAN