TEMPO.CO, Pekanbaru - Ketua Umum Komisi Nasional Perlindungan Anak Arist Merdeka Sirait mengungkapkan tersangka pembunuhan dan mutilasi anak di Riau layak dijatuhi hukuman mati atau seumur hidup. Hal tersebut sesuai dengan Pasal 340 tentang pembunuhan berencana.
Namun, menurut dia, hukuman tersebut tidak bisa diterapkan untuk semua pelaku. Sebab, satu pelaku berinisial DP, 17 tahun, terhitung masih di bawah umur. "Bagi anak di bawah umur tidak berlaku hukuman mati. Tersangka DP harus dipisahkan," katanya kepada wartawan, Jumat, 15 Agustus 2014.
Menurut Arist, otak pelaku pembunuhan tersebut, yakni Muhamad Delvi, 20 tahun, patut dijatuhi hukuman mati atau seumur hidup. Begitu juga dua tersangka lain, Dita Desmala Sari, 19 tahun, dan Supiyan, 26 tahun, yang mengaku turut serta melakukan pembuhuhan dan mutilasi. Adapun tersangka DP mengaku tidak ikut dalam pembunuhan. Ia hanya berperan mengumpulkan potongan tubuh hasil mutilasi untuk dimasukkan ke dalam karung atas perintah Delvi.
"Otak pelakunya MD, sedangkan lainnya membantu mengeksekusi karena disuruh dan diancam MD," katanya. (Baca: Pelaku Mutilasi Bocah di Riau Dikenal Pemalu)
Arist mengaku terkejut mendengar pengakuan dari tersangka Delvi yang tidak menyesali perbuatannya. Menurut Arist, Delvi melakukan pembunuhan tersebut demi mencari alat kelamin korban untuk dijadikan tumbal menjadi dukun. Kata Arist, penis korban dipercayai pelaku berguna sebagai obat kuat vitalitas dan ilmu kebal. Arist menilai perbuatan tersangka sangat sadis.
"Kami sepakat dengan Kepolisian yang menetapkan pasal primer, yakni Pasal 340 kepada pelaku ini dengan ancaman hukuman mati atau seumur hidup," ujarnya.
Menurut Arist, dalam kasus ini tersangka juga bisa dikenakan pasal berlapis. Sebab, dalam aksinya tersangka terlebih dulu melakukan penculikan dan kejahatan seksual pada para korban.
Peristiwa ini membuat Arist menyatakan Riau saat ini berada dalam status darurat kekerasan seksual terhadap anak. Riau berada pada peringkat ketujuh di Indonesia, yang masuk dalam kategori berbahaya. "Ini merupakan status yang sangat darurat di Riau. Tidak hanya di Indonesia, kasus mutilasi anak di Riau sudah menggegerkan dunia," kata Arist, kepada wartawan, Jumat, 15 Agustus 2014, di Pekanbaru.
Arist menyebut tingginya kasus kekerasan terhadap anak di Riau perlu menjadi perhatian khusus bagi pemerintah dan penegak hukum. "Pemerintah dan polisi harus memberikan perhatian serius sebab anak-anak di Riau saat ini berada dalam ancaman kekerasan," katanya. (Baca: Kisah Bocah yang Selamat dari Mutilasi)
Kepolisian Resor Siak menangkap Muhamad Delvi, 20 tahun, beserta istrinya, Dita Desmala Sari, 19 tahun, dan dua temannya, Supiyan, 26 tahun, dan DP, 17 tahun, sebagai tersangka pelaku pembunuhan dan mutilasi tujuh bocah di Riau. Polisi menyebut Delvi sebagai otak aksi tersebut. Dia dibantu istrinya dan dua temannya, DP dan Supiyan, saat melakukan mutilasi. Para korban adalah tetangga tersangka. Tiga korban di Siak berinisial MJ, FM alias OV, dan RH. Semua korban berumur di bawah 10 tahun.
Para tersangka kini ditahan di penjara Kepolisian Resor Siak. Pasangan suami istri Delvi-Dita juga melakukan pembunuhan dan mutilasi terhadap tiga bocah di Duri, Kecamatan Mandau, Bengkalis, yakni MA, MM dan AC. Terakhir terungkap satu korban lagi di Rokan Hilir, yakni FA, 5 tahun, warga Rantau Kopar. Polisi telah menemukan semua jasad korban yang sudah menjadi kerangka.
RIYAN NOFITRA
Terpopuler:
Jokowi Mungkin Bikin 27 Kementerian
Jadi Ahli untuk Prabowo, Jokowi Telepon Yusril
Massa Prabowo Samakan KPU dengan PKI
2015, Gaji PNS, Polisi, dan TNI Naik 6 Persen
Latihan Van Gaal Bisa Datangkan Bencana untuk MU