TEMPO.CO, Semarang - Pengamat isu terorisme dari Yayasan Prasasti Perdamaian, Noor Huda Ismail, mengatakan suburnya dukungan terhadap gerakan Islamic State of Iraq and al-Sham (ISIS) atau gerakan negara Islam lainnya disebabkan oleh masih kuatnya sentimen pendirian negara Islam di kalangan muslim.
Sentimen itu muncul, menurut Noor Huda, karena sebagian kalangan muslim merasa termajinalkan dalam proses modernisasi selama ini, terutama setelah dihapusnya sistem khilafah di Turki oleh pendiri Republik Turki, Mustafa Kemal Attaturk, pada 1924. “Merasa termajinalkan, baik secara politik maupun ekonomi,” ujarnya kepada Tempo, Senin, 18 Agustus 2014. “Mereka merasa kembalinya sistem negara Islam seperti khilafah akan memberi harapan lebih baik”.
Oleh karenanya, jargon Khilafah (Negara Islam), Amirul Mu’minin (Pemimpin Islam), Al Islam al Din wa Daulah (Islam itu agama dan negara) atau slogan yang berkonotasi kepada Islam politik akan selalu mendapatkan pasar di masyarakat dunia Islam.
Selain munculnya sentimen itu, menurut penulis buku Temanku Teroris? ini, dukungan terhadap ISIS juga tak lepas dari tudingan terhadap badan intelejen Amerika (Central Intelligence Agency/CIA) yang ikut memanfaatkan isu ISIS guna mengacau keamanan di Timur Tengah, sehingga publik terlena dengan apa yang terjadi di Israel dan Palestina. Hal serupa juga dilakukan CIA pada perang Afganistan dengan membesarkan kelompok jihadis di negara itu untuk melawan Rusia.
SOHIRIN