TEMPO.CO, Jakarta - Kabinet Indonesia Bersatu II yang akan berakhir bulan depan menggulirkan Program Nasional Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat Melalui Penurunan Emisi dari Deforestasi dan Degradasi Hutan dan Lahan Gambut. Wakil Presiden Boediono meluncurkan program ini di Jakarta, Senin, 1 September 2014 yang dihadiri perwakilan masyarakat adat dari berbagai daerah. (Baca: Pemerintah Gulirkan Program bagi Masyarakat Adat)
Sembilan menteri dan kepala lembaga pemerintah menandatangani deklarasi yang mendukung program itu. Antara lain dari Kementrian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat, Kementrian Lingkungan Hidup, Kementrian Dalam Negeri, Kementrian Hukum dan HAM, Kementrian Kehutanan, Badan Pertanahan Nasional, Badan Informasi Geospasial, Komisi Nasional HAM, dan Badan Pengelola Reduksi Emisi dari Deforestasi dan Degradasi Hutan dan Lahan (REDD+).
Apakah program itu dapat jalan dan diteruskan oleh pemerintahan Joko Widodo dan Jusuf Kalla? Kepala Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4) Kuntoro Mangkusubroto optimistis. "Selama kita bisa saling mengingatkan terhadap janji-janji yang telah kita buat dan selama ada koordinasi, pengawasan dan kemauan yang kuat dari pemimpin kita dalam mengawal inisiatif ini, maka ini tidak akan jadi masalah," katanya.
Kepala Badan Pengelola REDD+ Heru Prasetyo menjelaskan lembaganya terus menjalin kerja sama dengan pemerintah provinsi dan kabupaten. Kami, katanya, langsung mengadakan kegiatan di berbagai daerah. Badan Pengelola ini akan memfasilitasi empat hal untuk program tersebut, antara lain dana perwalian, sistem informasi, peningkatan kapasitas, serta pusat komunikasi dan sosialisasi bagi masyarakat adat. (Baca:Presiden Tunjuk Kepala Badan Pengelola REDD+)
Sekretaris Jenderal Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Abdon Nababan mengakui pihaknya ikut mengusulkan program nasional itu. Bagi organisasinya, kata Abdon, REDD+ bukan tujuan, tetapi media transformasi yang baik membenahi tata kelola hutan.
Menurut Abdon, program-program yang baik dari Kabinet Indonesia Bersatu II selayaknya terus dijalankan oleh pemerintahan Joko Widodo dan Jusuf Kalla. Dia menyebut antara lain satu peta (one map), moratorium hutan dan lahan gambut, penegakan hukum melalui banyak pintu.
"Badan Pengelola REDD+ dan program yang dilakukannya sangat strategis dan jadi transisi dari pemerintahan lama ke yang baru," kata Abdon. Menurut dia, Badan Pengelola REDD+ ini jadi tulang punggung upaya mengurangi emisi gas rumah kaca dari sektor kehutanan dan program satu peta. Pada Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden 2014, AMAN memberi dukungan kepada pasangan Jokowi-Kalla.
Abdon tidak yakin, pemerintahan baru bakal membubarkan Badan Pengelola ini. Sebaliknya, dia tidak bisa menjamin bahwa Kementrian Kehutanan bakal dipertahankan Jokowi-Kalla. Selama ini, kata Abdon, Kementrian Kehutanan dan Badan Pertanahan Nasional menjadi penghambat pengakuan dan perlindungan masyarakat adat. Termasuk keengganan mengimplementasikan putusan Mahkamah Konstitusi pada 16 Mei 2013 yang memutuskan hutan adat bukan bagian hutan negara.
UNTUNG WIDYANTO
Berita Terpopuler:
Curhat Jokowi: Dari Sinting, Ihram dan Prabowo