TEMPO.CO , Jakarta - Surplus neraca perdagangan pada Juli 2014 ternyata tidak mampu mengerek nilai tukar rupiah. Dalam transaksi di pasar uang, Senin, 1 September 2014, rupiah melemah 26 poin (0,22 persen) ke level 11.716 per dolar Amerika Serikat.
Masih kuatnya posisi dolar AS di pasar global menjadi penghambat laju rupiah. Pengamat pasar uang, Albertus Christian, mengatakan surplus neraca perdagangan sebesar US$ 123 juta gagal meningkatkan kepercayaan pasar terhadap ekonomi domestik. Selain selisih yang begitu tipis, angka tersebut lebih disebabkan oleh nilai ekspor dan impor yang melorot drastis. "Berkurangnya nilai perdagangan mengindikasikan ekonomi sedang lesu." (Baca: Ekspor Minyak Mentah Indonesia Lesu ).
Baca Juga:
BPS mencatat nilai ekspor pada Juli 2014 sebesar US$ 14,18 miliar atau berkurang 7,98 persen dibanding pada bulan sebelumnya. Sementara itu, angka impor Indonesia sepanjang Juli 2014 mencapai US$ 14,05 miliar atau turun 10,45 persen dibanding nilai impor pada Juni 2014. Artinya, permintaan barang dari dalam ataupun luar negeri menurun drastis. (Baca juga: Nilai Ekspor Juli 2014 Melorot 8 Persen ).
Indikasi lesunya perekonomian semakin dikuatkan oleh rilis data indeks manufaktur pada Agustus ini, yang turun ke level 49,5 dari 52,7 pada bulan sebelumnya. Level di bawah 50 menggambarkan aktivitas ekonomi yang mengalami kontraksi. "Pasar menilai fundamental ekonomi Indonesia masih di bawah ekspektasi," ujar Albertus. (Baca: Inflasi Agustus Capai 0,47 Persen ).
Dari sisi eksternal, posisi rupiah masih menghadapi tekanan dolar AS. Membaiknya data ekonomi negeri Abang Sam mendorong pelaku pasar menjauhi aset-aset dengan imbalan hasil tinggi dan memilih mencari aman. Perebutan likuiditas dolar akan semakin ketat setelah bank sentral AS memberi sinyal kenaikan nilai suku bunga pada 2015.
Albertus memperkirakan, hari ini, Selasa, 2 Septe, rupiah masih akan berada di angka 11.650-11.750 per dolar AS. Rupiah sulit keluar dari rentang tersebut kecuali ada perubahan signifikan dari sisi fundamental ekonomi domestik. "Dalam jangka pendek, arah pergerakan rupiah menanti data non-farm payroll AS dan rapat bank sentral Eropa pada akhir pekan ini," ucap dia.
M. AZHAR
Berita Terpopuler
Curhat Jokowi: Dari Sinting, Ihram dan Prabowo
Manfaat Caci Maki Florence 'Ratu SPBU'
Ronaldinho Segera Main di ISL
Ibas Bantah Terima Uang dari Nazaruddin