TEMPO.CO, Tuban - Sebanyak 75 ribu orang dari 1,29 juta penduduk Kabupaten Tuban kesulitan air bersih. Angka ini akan terus bertambah mengingat puncak kemarau masih akan terjadi hingga awal November 2014.
Mereka harus menempuh jarak relatif jauh untuk mengambil air. “Kami harus berjalan minimal dua kilometer,” kata Huda, 38 tahun, warga Semanding, Kecamatan Semanding, Tuban, kepada Tempo, Selasa, 16 September 2014.
Penduduk yang kesulitan air bersih ini tersebar di 48 desa/kelurahan di tujuh kecamatan dari total 20 kecamatan di Tuban. Yaitu di Kecamatan Montong, Grabagan, Semanding, Parengan, Kerek, Senori, dan Plumpang. Sebagian besar daerah-daerah yang kekurangan air berada di kawasan yang jauh dari aliran Bengawan Solo. Seperti Desa Ngandong, Gesikan, Banyu Gebang, dan Rejeng di Kecamatan Grabagan, beberapa sumur milik warga sudah tidak berair.
Warga di dataran tinggi yang berjarak sekitar 30 kilometer dari selatan kota harus mendapat air bersih dengan menempuh jarak sekitar 4 kilometer. Warga turun ke Desa Rengel, menuju sumber air, tepatnya di Goa Ngerong, yang melimpah sumber airnya. Begitu juga dengan sejumlah desa di Kecamatan Semanding, seperti Desa Prunggahan, Sambungrejo, dan Jarum, kantong-kantong air seperti embung dan sumur warga telah mengering.
Warga di tujuh kecamatan yang kampungnya mengalami krisis air mengajukan permintaan air bersih ke Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Tuban, melalui kantor kelurahan/desa dan kantor kecamatan. Kantor BPBD Tuban menyediakan dua truk tanki yang hampir tiap hari keliling memenuhi permintaan air bersih. Air bersih diberikan secara gratis, dan ditempatkan langsung di bak penampungan, juga kepada warga. (Baca: Tak Dapat Jatah Air Bersih, Warga Bangkalan Protes)
Permintaan air bersih untuk warga meningkat dibanding tahun lalu. Pada 2013, biayanya sekitar Rp 25 juta. Tapi kini naik tiga kali lipat. “Naik drastis,” ujar Kepala BPBD Tuban Joko Ludiono pada Tempo, Selasa, 16 September 2014.
Menurut Joko, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika memperkirakan kemarau akan berakhir pada awal November. Sehingga dimungkinkan kemarau puncaknya terjadi sepanjang Oktober. Terutama di kawasan dataran tinggi, seperti di Kecamatan Grabagan, Kecamatan Montong, dan sebagian di Rengel bagian atas.
SUJATMIKO
Berita Terpopuler
Begini Arsitektur Kabinet Jokowi-JK
Pengamat: Kabinet Jokowi Lebih Reformis dari SBY
Kepergok Saat Bercinta, Wanita Ini Pukuli Petugas
Pasar Kecewa terhadap Susunan Kabinet Jokowi