TEMPO.CO, Jayapura - Pengadilan Vanimo, Papua Nugini, menjatuhkan vonis 5 tahun penjara terhadap Luky Waroi, 37 tahun, nelayan Indonesia asal Kota Jayapura, Papua. Luky yang divonis pada Senin, 22 September 2014, terbukti melakukan pencurian ikan dengan menggunakan boat (perahu) bermesin tempel dan memiliki bahan peledak atau bom ikan, atau yang disebut dopis oleh warga setempat.
"Kami telah terus meminta keringanan hukuman bagi warga kami ini dengan pertimbangan illegal fishing yang dilakukan Luky bukan skala bisnis, tapi hanya pemenuhan kebutuhan sehari-hari. Apalagi ini baru pertama kali dia lakukan gunakan bom ikan," kata Konsul Republik Indonesia di Vanimo, Jahar Gultom, melalui pers rilisnya kepada wartawan di Papua, Selasa, 23 September 2014.
Menurut Jahar, selain Luky, juga ada dua nelayan lainnya yang ikut di atas boat itu, yakni Frangky Wanggai, 16 tahun, dan Baren Waroi, 17 tahun. Namun mereka tak terbukti bersalah dalam kasus yang sama. "Sehingga pengadilan setempat membebaskan keduanya dari jerat hukuman. Sebab, keduanya hanya ikut-ikutan dalam aksi ini," katanya. (Baca: RI-Papua Nugini Belum Sepakat Soal Perbatasan)
Ketiga nelayan tradisional Indonesia asal Kota Jayapura, Papua, ini tertangkap tangan pada 6 September 2014 oleh aparat keamanan Papua Nugini ketika sedang menjalankan aksi mereka di perairan Wutung, wilayah Papua Nugini.
Menurut Jahar, dalam prosesnya, Baren Waroi terlebih dulu dilepaskan dan dititipkan di Konsulat sejak 8 September 2014. Sedangkan Frangky Wanggai hanya dijatuhi denda, dan proses pembayaran denda sudah dilakukan bersama pihak keluarga. "Selama sidang, ketiganya mendapatkan pendampingan hukum dari pengacara yang kami siapkan," katanya.
Sebenarnya, kata Jahar, selama sidang berlangsung, Konsulat bersama pengacara berupaya agar Luky Waroi yang divonis 5 tahun penjara dapat dibebaskan. "Tapi barang bukti berupa enam bom ikan, cool box, dan kapal ukuran 23 dengan mesin 40 PK menguatkan vonis hakim atas tuduhan yang disangkakan kepada Luky. Kami juga terus berupaya pengurangan hukuman," kata Jahar.
Terkait dengan kasus ini, Kepala Badan Perbatasan dan Kerja Sama Luar Negeri Provinsi Papua Susi Wanggai mengatakan pemahaman pengetahuan tentang hukum perairan di wilayah perbatasan masih minim oleh nelayan Indonesia asal Papua. "Mereka pada dasarnya sudah tahu jika melintasi perairan negara tetangga adalah pelanggaran. Tapi kadang mereka anggap remeh, terutama terhadap hukum di Papua Nugini," kata Susi di Kota Jayapura, Papua, Selasa, 23 September 2014.
Untuk mengatasi masalah ini, kata Susi, perlu ada kerja sama semua pihak. Terutama terkait dengan sosialisasi hukum perairan kepada para nelayan yang sering melintas di perairan kedua negara ini.
CUNDING LEVI
Baca juga:
Kabut Asap, Pesawat Boediono Berputar 15 Menit
Penertiban Pedagang Ricuh, Petugas Satpol PP Tewas
DPR Aceh ke Prancis Dicurigai Plesiran
Satpol PP Cabul di Bekasi Ditahan