TEMPO.CO, Jakarta - Nilai tukar rupiah anjlok tajam 121 poin ke level Rp 12.169 per dolar pada penutupan perdagangan hari ini, Senin, 29 September 2014. Rupiah, bahkan sempat terlempar ke level Rp 12.218 per dolar di sore hari menjelang waktu penutupan.
Posisi rupiah merupakan yang terlemah sepanjang 7 bulan terakhir itu. Berbagai faktor ikut menyulut anjloknya kurs, antara lain, membaiknya pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat (AS) kuartal II yang berhasil tumbuh sebesar 4,6 persen. (Baca: Penghapusan Pilkada Langsung Tekan Kurs Rupiah)
Analis valuta asing dari PT Monex Investindo Futures, Daru Wibisono, mengatakan prospek pertumbuhan ekonomi AS yang semakin menarik membuat sebagian investor optimistis mengakumulasikan portofolio investasi bernilai dolar. Pasalnya, bagi investor, indeks dolar yang terus menguat tajam membangun ekspektasi potensi profit yang signifikan. “Prospek perekonomian AS yang kian meningkat membuat produk-produk investasi berbasis US dolar semakin diburu,” katanya. (Baca: Rupiah Melemah, BI Intervensi Pasar Uang)
Meskipun demikian, menurut Daru, pelemahan rupiah juga dipengaruhi sentimen politik di dalam negeri. Investor yang kian cemas dengan stabilitas politik dan pemerintahan dalam negeri pasca-pengesahan Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah melalui DPRD, untuk sementara enggan mengoleksi aset-aset berdenominasi rupiah. “Polemik UU Pilkada merusak psikologis pasar,” ujarnya.
Menurut Daru, seusai sentimen negatif penaikan suku bunga bank sentral AS (The Fed) beberapa pekan lalu, rupiah semestinya membutuhkan kehadiran dukungan sentimen positif untuk mampu bergerak menguat. Namun yang terjadi, akibat polemik UU Pilkada, laju rupiah justru semakin terbebani.
MEGEL
Berita Terpopuler
2 Alasan Lucu Soal SBY Gugat UU Pilkada
'SBY Kecewa UU Pilkada, tapi Rakyat Tidak Bodoh'
5 Argumen DPR Soal Pilkada DPRD yang Terbantahkan
Cari Dalang UU Pilkada, SBY Diminta Introspeksi
5 Alasan iPhone 6 Bakal Dianggap Produk Gagal