TEMPO.CO , Jakarta - Pelantikan presiden terpilih, Joko Widodo, diperkirakan tidak akan terlalu berdampak positif terhadap pergerakan rupiah. Analis dari PT Monex Investindo Futures, Yohanes Ginting, mengatakan penguatan kurs rupiah bersifat terbatas. "Kenaikan rupiah sudah terwakili di perdagangan akhir pekan lalu saat Jokowi bertemu dengan Prabowo Subianto," ujarnya. (Baca: Analis Saham: Efek Jokowi Hanya Bertahan 2 Hari).
Menurut Yohanes, hal yang lebih dinantikan pelaku pasar bukanlah momen pelantikan presiden, namun susunan kabinet. Investor akan menunggu siapa saja tokoh yang akan memegang jabatan kunci, misalnya, menteri ekonomi, menteri keuangan, dan menteri bidang energi dan infrastruktur.
Pelaku pasar masih menyimpan kekhawatiran terhadap efektivitas pemerintahan Jokowi lantaran komposisi parlemen dikuasai oleh koalisi pro-Prabowo. Walaupun sudah bertemu dengan Prabowo, bukan berarti laju pemerintahan Jokowi akan mulus ketika berhadapan dengan parlemen. (Baca: 3 Rekomendasi KEN untuk Jokowi di Bidang Ekonomi).
Di lain pihak, dolar Amerika Serikat, yang cenderung menguat di pasar global, tidak akan rela membiarkan euforia politik berlangsung terlalu lama. Perevisian pertumbuhan ekonomi global oleh berbagai lembaga dunia membuat risiko investasi meningkat. Selama tidak ada tanda-tanda pemulihan ekonomi di Eropa dan Cina, investor global masih akan terus mengalihkan portofolionya ke aset yang paling aman, yakni dolar AS.
Yohanes memperkirakan rupiah akan bergerak di kisaran 12.100-12.200 per dolar AS. Pasar menunggu rilis data pertumbuhan GDP Cina yang dirilis Senin malam waktu setempat. Bila pertumbuhan ekonomi Cina lebih baik dari ekspektasi, rupiah berpeluang menguat ke kisaran 12.000 per dolar AS. Tapi menguat di bawah level itu masih sulit. "Pasar harus realistis dengan kondisi global saat ini."
M. AZHAR
Berita Terpopuler
Band Arkarna Tiba di Jakarta untuk Selamati Jokowi
Pesan Yenny Wahid ke Jokowi: Istana Banyak Hantunya
Siapa Lebih Banyak Punya Gelar, SBY atau Sukarno?