TEMPO.CO, Jakarta - Spekulasi kebijakan likuiditas longgar yang dipertahankan oleh bank sentral Amerika Serikat membuat investor global melepas dolar. Pada transaksi pasar uang Selasa, 21 Oktober 2014, rupiah menguat 31 poin (0,26 persen) ke level 12.000 per dolar Amerika Serikat.
Analis dari PT Monex Investindo Futures, Albertus Christian, mengatakan pelemahan dolar tiga hari berturut-turut membuat rupiah terus menguat. Spekulasi The Fed yang menunda kenaikan suku bunga Fed Fund Rate telah memperkuat posisi mata uang berisiko, "Termasuk rupiah," katanya. (Baca: Tunggu Kabinet, Saham Blue Chip Bakal Terkoreksi)
Baca Juga:
Menjelang berakhirnya stimulus pelonggaran kuantitatif ketiga (Q3) pada Oktober 2014, isu kebijakan moneter yang lebih longgar kembali mencuat dalam pertemuan The Fed pada awal pekan lalu. Laju inflasi belum sesuai dengan yang diharapkan. Karena itu, likuiditas yang lebih longgar masih diperlukan.
Meski begitu, Albertus memperkirakan penguatan rupiah selanjutnya akan terbatas seiring dengan belum adanya sentimen positif baru di pasar uang. Pertumbuhan ekonomi Cina pada kuartal ketiga merosot ke level 7,3 persen dibanding kuartal sebelumnya, yakni 7,5 persen. Efek perlambatan ekonomi negara dengan kekuatan ekonomi terbesar kedua itu berpotensi menghambat pertumbuhan global. "Investor global kembali memburu dolar," ujarnya. (Baca juga: Pengumuman Kabinet Lambat, Indeks Saham Lesu)
Menurut Albertus, hingga kuartal ketiga belum terlihat tanda-tanda pemulihan ekonomi global. Harga komoditas minyak mentah, emas, nikel, dan batu bara merosot tajam pada kuartal kedua. "Bagi Indonesia, turunnya permintaan komoditas akan berdampak negatif terhadap neraca berjalan."
M. AZHAR
Berita Terpopuler
KPK: Banyak Calon Menteri Jokowi Bermasalah
Semalam, Jokowi Panggil 43 Calon Menteri
Pilih Menteri, Gerindra Kritik Jokowi Libatkan KPK