TEMPO.CO, Situbondo - Kementerian Kehutanan menurunkan tim untuk mengkaji berdirinya pabrik pengolahan (smelter) nikel PT Situbondo Metallindo di dekat Taman Nasional Baluran. Tim terdiri tujuh orang mewakili Universitas Gadjah Mada (UGM), Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Kementerian Kehutanan, dan Taman Nasional Baluran. Tim diketuai Dekan Fakultas Kehutanan UGM Satyawan Pudyatmoko. (Baca berita sebelumnya: Aktivis Tolak Smelter di Dekat Hutan Baluran)
Satyawan menjelaskan tim telah memanggil PT Situbondo Metallindo pada pekan lalu. Namun tim belum bisa menarik kesimpulan karena perusahaan belum dapat memberikan data rencana pembangunan smelter. "Sehingga kami belum bisa merekomendasikan menolak atau menerima smelter tersebut," kata Satyawan saat dihubungi Tempo, Kamis, 23 Oktober 2014.
Data yang dibutuhkan, kata Satyawan, meliputi aspek ekologi, seperti apakah perusahaan akan memakai tenaga listrik atau pembangkit listrik berbahan bakar batu bara. Bila menggunakan batu bara dikhawatirkan menimbulkan limbah yang akan berdampak serius pada ekosistem Baluran. Persoalan polusi udara juga masuk dalam pertimbangan karena pabrik akan beroperasi 24 jam.
Perusahaan juga belum memiliki data terkait dengan jumlah dan sumber air yang akan dipakai. Adapun tipe Taman Nasional Baluran adalah kering. "Kalau airnya dipakai untuk memasok pabrik, kehidupan satwa dan tanaman akan terancam," katanya. (Baca: Smelter Nikel Pakai Lahan Taman Nasional Baluran)
Sebelumnya, PT Situbondo Metallindo rencananya menggunakan lahan taman nasional sepanjang 600 meter. Lahan itu akan dipakai untuk jalan keluar-masuk kendaraan pabrik karena dianggap lebih dekat dibandingkan jika melalui luar kawasan.
Kepala Balai Taman Nasional Baluran Emy Endah Suwarni mengatakan penggunaan kawasan taman nasional harus seizin Kementerian Kehutanan. Selain harus mendapat izin Kementerian, PT Situbondo Metallindo harus menjamin bahwa smelter itu nihil dari kebisingan dan limbah yang dapat mengganggu ekosistem Baluran.
Smelter PT Situbondo Metallindo berada di Desa Wonorejo, Kecamatan Banyuputih, Situbondo, Jawa Timur. Jaraknya hanya 500 meter dari Baluran. Nilai investasi perusahaan asal Cina ini Rp 4 triliun. Rencananya, perusahaan itu akan memproduksi 243.600 ton ferronickel alloy per tahun. (Baca pula: Orang Gila Sebabkan 600 Ha Hutan Baluran Terbakar)
IKA NINGTYAS
Berita Terpopuler:
Ini Bocoran Struktur Kabinet Jokowi
3 Alasan Jokowi Batal Umumkan Kabinet
Rilis Menteri Batal, Mega Gelar Rapat Rahasia
Rahasia Dokumen di Tangan Jusuf Kalla
Beda Jokowi dan JK Soal Pengumuman Kabinet