TEMPO.CO, Surabaya - Neraca perdagangan hortikultura Jawa Timur mengalami defisit dari tahun ke tahun. Arus buah-buahan impor tak sebanding dengan ekspor buah-buahan tropis yang menjadi primadona provinsi tersebut.
Berdasarkan data Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Jawa Timur, nilai ekspor buah-buahan semester I 2014 US$ 570 ribu dengan volume 821 ton. Sedangkan nilai impornya US$ 135,963 juta dengan volume 96 ribu ton. "Artinya, defisit US$ 135,393 juta," kata Kepala Disperindag Jawa Timur Warno Harisasono, Kamis, 30 Oktober 2014.
Baca Juga:
Begitu pula pada dua tahun sebelumnya. Volume ekspor buah-buahan lokal pada 2012 sebesar 1.161,87 ton atau senilai US$ 1,156 juta. Sedangkan impornya sebesar 290 ribu ton atau US$ 290 juta. Setahun berikutnya, volume ekspor menurun menjadi 719 ton atau senilai US$ 860 ribu. "Impornya lagi-lagi lebih besar, yaitu 300 ribu ton atau senilai US$ 361 juta."
Menurut dia, impor buah sebesar itu bukan semata-mata untuk konsumsi masyarakat. Dari Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya, buah-buahan impor didistribusikan ke daerah lainnya. "Melalui peraturan gubernur, kami beri syarat setiap komoditas harus dilaporkan dan membuat surat pernyataan secara jelas akan didistribusikan ke mana," ujar Hari. (Baca lainnya: Salak-Manggis Siap 'Bertarung' di Pasar Ekspor)
Hari menyebutkan kendala terberat bagi Jawa Timur ialah daya saing buah-buahan lokal yang masih rendah. Buah-buahan Indonesia memang tak kalah dari sisi kualitas. Namun ketergantungan pada musim membuatnya kalah ketika pasar global membutuhkan suplai yang besar. "Selain kualitas dan kuantitas, pasar membutuhkan kontinuitas," kata Warno.
Kendala lainnya, ujar dia, berupa permodalan bagi petani dan infrastruktur untuk memudahkan distribusi dari sentra buah. "Rantai tata niaga kita terlalu panjang, sehingga biaya transportasi tinggi," tuturnya. (Baca: Mentan: Buah Impor Hanya Kuasai Pasar Modern)
Solusi terbaik, menurut dia, ialah memperkuat sisi on-farm. Misalnya penyediaan bibit yang baik, pemeliharaan tanaman, serta penggunaan pestisida yang aman dan sesuai standar. Nantinya dilanjutkan pada sisi off-farm, seperti pelelangan, resi gudang, hingga kemitraan untuk ekspor ke luar negeri. Semua itu bisa dilakukan bahkan bila buah-buahan tersebut belum lolos standar ekspor.
"Jadi, selain mangga, kualitas terbaik kami ekspor ke Eropa. Yang belum memenuhi standar tapi layak kita jadikan sirup atau dodol agar petani tidak rugi besar," ujarnya. (Baca pula: Pedagang Minta Impor Buah Dibebaskan)
ARTIKA RACHMI FARMITA
Terpopuler:
Sebulan, Menteri Rini Bakal Tunjuk Enam Dirut BUMN
Menteri Susi Pertanyakan Jatah Solar Nelayan
Kisah Nyentrik Menteri Susi Bikin Guru Khawatir
Jokowi Genjot Penerimaan Pajak, Ini Caranya
Utang PT KAI, Tantangan Penerus Jonan