TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Fadly Zon mengkritisi rencana kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi yang dipastikan naik pada bulan ini. "Kenaikan BBM ini tidak sepatutnya terjadi," ujar Fadly di Kampung Poncol, Jakarta Timur, Selasa, 4 November 2014. (Baca: Fraksi Golkar: Kenaikan Harga BBM Sakiti Rakyat)
Menurut dia, kebijakan tersebut kontradiktif karena harga minyak dunia saat ini sedang turun menjadi US$ 84 per barel. Angka ini lebih rendah dibanding bulan sebelumnya seharga US$ 95 per barel. Fadli menilai kenaikan BBM bersubsidi baru bisa dipahami jika harga minyak dunia naik sekitar 10 persen. (Baca: Pemerintah Ingin Harga BBM Segera Dinaikkan)
Baca Juga:
Menteri Koordinator Perekonomian Sofyan Djalil belum memastikan kapan tanggal kenaikan harga bahan bakar minyak bersubsidi. "Jangan tanya tanggal. Kami akan melihat pasar terlebih dahulu," ujar Djalil. (Baca: Kata Koalisi Prabowo Soal Kenaikan Harga BBM)
Menurut Djalil, kebijakan kenaikan BBM bersubsidi sudah dipastikan terlaksana karena Presiden Joko Widodo telah bulat mengalihkan alokasi subsidi dari konsumsi ke produksi. Besarnya subsidi konsumsi selama ini dituding menjadi alasan terhambatnya pengembangan infrastruktur dan pendidikan. "Besaran (kenaikan harga BBM bersubsidi) akan dihitung lagi," tuturnya. (Baca: Jokowi: Subsidi BBM Dialihkan ke Pertanian)
Mengenai besaran kenaikan harga BBM bersubsidi. Fadli mengatakan, jika pemerintah menaikkan sebesar Rp 3.000, harga BBM bersubsidi menjadi Rp 9.500. Artinya, harga bensin di Indonesia lebih mahal ketimbang Singapura. "Di sana, harga bensin Rp 8.500 ribu per liter. Ini ironis," kata Fadly. Padahal, tutur Fadly, perekonomian Indonesia masih berada di bawah Singapura. (Baca juga: Naiknya Harga BBM Pertimbangkan Harga Minyak Dunia)
ANDI RUSLI
Topik terhangat:
TrioMacan | Penghinaan Presiden | Susi Pudjiastuti | Pengganti Ahok
Berita terpopuler lainnya:
3 Jagoan Intel Ini Calon Kuat Kepala BIN
Raden Nuh Sempat Melawan Saat Ditangkap
Cara Menteri Susi Berantas Pencurian Ikan
Kata Jokowi, Informasi BIN Sering Meleset