TEMPO.CO, Banyuwangi - Debit air 500 dam di Banyuwangi, Jawa Timur, menurun hingga 90 persen selama kemarau ini. "Debitnya tinggal 10 persen," kata Kepala Operasi dan Pemeliharaan Dinas Pekerjaan Umum Pengairan Priyadi, Senin, 10 November 2014. Akibatnya sebagian besar lahan pertanian kekeringan.
Misalnya, Dam Karangdoro yang potensi debitnya mencapai 17 ribu meter kubik, saat ini hanya tinggal 4 meter kubik. Anjloknya debit air itu menyebabkan 16 ribu hektare sawah kekeringan. Dam Blambangan yang potensi debitnya 1.500 liter per detik saat ini hanya tinggal 50 liter per detik. Padahal dam itu mengairi 1.570 hektare sawah. (Baca: Hadapi Kekeringan, Kementerian PU Bangun 6 Waduk)
Priyadi mengatakan penurunan debit air itu paling parah dalam lima tahun terakhir. Selain faktor cuaca, penurunan debit juga disebabkan banyaknya alih fungsi hutan di bagian hulu daerah aliran sungai. (Baca: Stok Air Waduk di Lamongan dan Bojonegoro Kritis)
Ketua Gabungan Petani Pemakai Air Daerah Irigasi Wringinpitu Suparmin mengatakan debit Dam Wringinpitu turun drastis dari 800 liter per detik pada 2011, menjadi 100 liter/detik di tahun 2014. Dia mengeluh karena 6.422 hektare lahan pertanian di 13 desa akhirnya kekeringan. Padahal saat ini, sebagian besar tanaman jeruk di daerahnya sedang berbuah. "Tanaman jeruk kami mulai menguning."
Joko Purnomo, petani semangka di Kecamatan Srono, terpaksa mencari jalan untuk menyelamatkan lahan pertaniannya. Ia menyewa diesel dengan tarif Rp 100 ribu per jam untuk menyedot air dari sumur. Dampaknya, ongkos produksi petani melejit. "Kami harus sewa diesel selama 24 jam."
IKA NINGTYAS