TEMPO.CO, Jakarta - Anggota Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Arif Wibowo, menilai interpelasi kenaikan harga bahan bakar minyak tak menerapkan kaidah penggunaan hak anggota dewan. "Mestinya direspons dengan mengoptimalkan hak bertanya dalam alat kelengkapan," ujarnya, Senin, 24 November 2014.
Arif menjelaskan kenaikan harga BBM mestinya cukup direspons dengan memanggil Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral dalam forum rapat bersama Komisi Energi DPR. "Jika penjelasan itu dinilai kurang memuaskan, DPR bisa menindaklanjuti masalah tersebut dengan mendorong penggunaan hak interpelasi," katanya.
Usulan interpelasi digulirkan sejumlah anggota dewan setelah kenaikan harga BBM. Dari dua lima syarat minimal dukungan, sebanyak 18 anggota telah menyatakan dukungan mereka. Mereka berasal dari fraksi pendukung Prabowo, seperti Golkar, Gerindra, PAN, dan PKS. (Baca: Interpelasi Jokowi, Ibas Pakai Alasan SBY)
Arif menilai usulan interpelasi sarat dengan nuansa politik. Sebab, hak tersebut memiliki konsekuensi mengarah pada penggunaan hak angket. "Jika kemudian keterangan itu tidak bisa diterima, akan ditindaklanjuti dengan hak angket. Jadi orientasi politiknya sangat kental. Ini tentu sangat mengganggu," ujarnya.
Menurut Arif, fraksi pendukung pemerintah relatif tak bisa menghadang laju penggunaan hak tersebut jika masalah ini diputuskan dalam rapat paripurna lewat mekanisme voting. "Apalagi kalau basisnya adalah suara terbanyak. Kita tahu revisi UU MD3 itu memang diciptakan untuk menjegal pemerintah," katanya. (Baca: Apa Jadinya Jika DPR Tolak BBM Naik?)
Bagi Arif, suasana DPR yang mulai membaik mestinya tidak dinodai dengan upaya politik seperti itu. Jika penjelasan tersebut tetap diperlukan, ia berharap langkah itu diambil setelah pembentukan alat kelengkapan setelah revisi UU MD3. "Kita tunggu setelah semua fraksi terakomodasi," ujarnya.
RIKY FERDIANTO
Berita Terpopuler:
Salip Paus, Jokowi Masuk 10 Besar Voting TIME
Pengamat: Jokowi seperti Sinterklas
Pimpinan DPR Ini Tak Mau Teken Interpelasi Jokowi