TEMPO.CO, Bogor - Presiden Joko Widodo mengatakan penanganan kepala daerah yang diduga terkait kasus korupsi harus melalui prosedur yang berlaku sebelum kepala daerah itu diperiksa Kepolisian atau Kejaksaan Agung.
"Mesti dicek oleh Badan Pemeriksa Keuangan, Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan, serta Aparat Pengawasan Internal," kata Jokowi di halaman Istana Kepresidenan, Bogor, Jawa Barat, Senin, 24 November 2014. "Bukan ujug-ujug atau dikit-dikit dipanggil semuanya."
Menurut Jokowi, prosedur yang sesuai aturan ini akan coba disampaikan ke kepolisian dan kejaksaan yang menangani sebuah kasus korupsi. Namun, Jokowi melanjutkan, prosedur ini tidak berlaku bagi kepala daerah yang kasusnya ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi atau mereka yang tertangkap tangan. "Kecuali tangkap tangan." (Baca: Hari Ini Jokowi Terima Curhat Para Gubernur )
Sebelumnya, Ketua Asosiasi Pemerintah Provinsi Seluruh Indonesia, Syahrul Yasin Limpo, mengatakan para gubernur berharap segala prosedur dan aturan yang menjadi bagian dari penanganan tindak korupsi di lingkungan pemerintahan tetap ditegakkan.
"Kami berharap tak ada ekspose perkara yang mendahului seluruh rangkaian proses penanganan," ujar Syahrul.
Menurut Syahrul, ekspose seperti ini bisa membuat para gubernur mengalami deligitimasi dan kehilangan wibawa pemerintahan.
"Padahal belum tentu menjadi tersangka," ucap Syahrul. Para gubernur berharap ada pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan, dan inspektorat jenderal kementerian dalam kasus yang melibatkan gubernur. "Proses ini diatur oleh undang-undang." (Baca; Jokowi Undang Ahok Curhat Soal Ibu Kota Hari Ini)
Syahrul mengatakan para gubernur merasa seperti dikerjai dalam kasus korupsi. "Kami sangat merasa bahwa banyak hal yang sepertinya kami digilir untuk dikenai, sehingga kami kehilangan akselerasi untuk mengembangkan terobosan-terobosan." "Kalau kami korupsi, penjarakan kami. Tapi kalau tidak, kami butuh orang atau kekuatan untuk melindungi kami."
Menurut Syahrul, seringkali para gubernur dihakimi di media dalam sebuah kasus korupsi. "Padahal ini belum tentu benar," kata Syahrul.
"Penjarakan kami, hukum mati kami, kalau itu kami lakukan." Tapi kalau tidak, Syahrul melanjutkan, "Diskresi seorang kepala daerah adalah bagian dari kewenangan. Sulit kami mengambil sikap dan itu yang terjadi selama ini."
Para gubernur, kata Syahrul, berharap pemanggilan yang dilakukan lembaga eksternal pemerintahan dilakukan melalui aparat pengawasan internal, kecuali bagi mereka yang tertangkap tangan. "Langsung tangkap tangan," ucapnya. "Kalau tidak begitu, ini membuat deligitimasi pemerintah dan saling menjatuhkan wibawa."
PRIHANDOKO
Berita terpopuler lainnya:
Ahok 'Tebus Dosa' ke Ridwan Kamil Rp 125 Juta
Jean Alter: Sri Wahyuni Saya Cekik Sampai Mati
Kata Susi, Ini Kebodohan Indonesia di Sektor Laut
Indonesia Juara MTQ Internasional di Mekah