TEMPO.CO, Jambi - Warga Suku Anak Dalam (SAD) yang bermukim di kawasan Taman Nasional Bukit Duabelas dan Bukit Tiga Puluh, Jambi, meminta Presiden Joko Widodo memperhatikan nasib mereka. Permintaan itu disampaikan melalui surat terbuka yang dikirimkan kepada Jokowi, berkaitan dengan peringatan Hari Hak Asasi Manusia.
Dalam surat terbuka itu antara lain diuraikan nasib sekitar 1.000 orang warga SAD yang bermukim di Taman Nasional Bukit Duabelas dan Bukit Tiga Puluh, semakin terjepit akibat kian sempitnya kawasan hutan yang merupakan kediaman dan sumber kehidupan mereka.
"Surat kami kirim dua hari yang lalu. Kami meminta Presiden memperhatikan nasib kami, yang dari waktu ke waktu kian sulit," kata Temenggung (kepala suku) wilayah Kejasung, Jelitai, 59 tahun, kepada Tempo, Kamis, 11 Desember 2014.
Menurut Jelitai, sejak beberapa tahun belakangan ini warga SAD di kawasan Taman Nasional Bukit Duabelas kian sulit mencari makan. Hewan dan umbi-umbian yang merupakan bahan makanan utama semakin sulit dijumpai. Hutan yang menjadi habitat tumbuhan dan hewan, kian gundul akibat perambahan hutan untuk kepentingan bisnis.
Jelitai juga meminta pemerintah bertindak tegas terhadap para pelaku perambah hutan, khususnya di kawasan Taman Nasional Bukit Duabelas dan Bukit Tiga Puluh.
Permintaan yang sama dikemukakan oleh Temenggung Pemayung, kepala suku SAD di wilayah Air Hitam. Menurut dia, sudah lebih satu dekade kawasan hutan yang menjadi tempat hidup warga SAD dijadikan Taman Nasional Bukit Duabelas. Namun nasib warga SAD tidak pernah mendapat perhatian pemerintah.
Khusus di Taman Nasional Bukit Duabelas terdapat 50 kelompok kecil warga SAD. Mereka hidup secara nomaden, dan tersebar pada sejumlah kelompok wilayah. Di antaranya kelompok Makekal Hulu, Makekal Tengah, Makekal Hilir, Sungkai, Kejasung Besar, Kejasung Kecil, Terap, Seeagam, dan kelompok Air Hitam.
Temenggung Tengganai Langkao, ketua kelompok wilayah Makekal, menegaskan kebijakan pemerintah yang menjadikan kawasan hutan tempat mereka hidup menjadi taman nasional, melanggar hak-hak dasar warga SAD. “Kami tidak bisa lagi leluasa hidup, karena kawasan hutan itu tidak bisa kami manfaatkan demi kelanjutan hidup kami,” ujarnya.
Atas dasar fakta tersebut warga SAD meminta pemerintah memperlakukan mereka seperti warga lainnya. Warga SAD juga membutuhkan pendataan indentitas kependudukan, dibangunkan fasilitas sekolah, kesehatan, dan fasilitas lainnya.
SYAIOUL BAKHORI
Topik Terhangat
Golkar Pecah | Kasus Munir | Interpelasi Jokowi | Susi Pudjiastuti
Berita Terpopuler:
Dirjen HAM: Menteri Susi seperti James Bond
FPI Ogah Sebut Fahrurrozi Gubernur FPI
Melongok Harta Puluhan Miliar Calon Dirjen Pajak
Busyro: Menteri Susi Adalah Siti Hajar Abad Ke-21
Militer Intimidasi Pemutaran Film Senyap di Malang