TEMPO.CO, Bandung - Film Senyap diputar di Auditorium Pusat Kebudayaan Prancis (IFI) Bandung, Rabu malam, 10 Desember 2014, sampai dua kali karena penonton membeludak. Pemutaran pertama menjelang petang disesaki 200 orang lebih. Sekitar 50 orang yang datang telat rela menunggu hampir dua jam.
Seorang penonton, Pius Widiyatmoko, mengatakan film Senyap menarik karena ada permintaan maaf dari keluarga pelaku kepada keluarga korban. Ia menduga sutradara Joshua Oppenheimer ingin menata sebuah upaya rekonsiliasi. (Baca juga: Militer Intimidasi Pemutaran Film Senyap di Malang)
"Film ini perlu dipakai pemerintah untuk rekonsiliasi. Ada pengakuan pelaku, permintaan maaf, dan ada keinginan untuk berdamai dengan masa lalu," ujarnya. (Baca juga: Militer Intimidasi Pemutaran Film Senyap di Malang)
Pemutaran film yang disutradarai Joshua Oppenheimer itu merupakan perhelatan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Bandung dan IFI dalam memperingati Hari Hak Asasi Manusia, Rabu, 10 Desember 2014. Tak hanya menayangkan film berdurasi sekitar 100 menit itu, seni pertunjukan artis Bandung seperti Wanggi dan Rudi Abdala pun mewarnai acara tersebut. Tontonan gratis itu dilengkapi diskusi bersama arkeolog Lisya van Soren dan Dani Kutilista, pembuat film dokumenter. (Baca juga: Ini Alasan Rektor Unibraw Larang Pemutaran Senyap)
Lisya menceritakan kondisi diri dan upayanya mencari kebenaran cerita tentang ayahnya yang menjadi korban peristiwa berdarah G30S di daerah Wirogunan, Yogyakarta. "Saat itu di rumah saat malam, orang tua seperti menunggu ketidakberdayaan. Kami anak-anaknya dititipkan ke rumah nenek," ujarnya. Setelah dewasa, ia mendapatkan keluarga korban serupa yang menolak peristiwa itu dilupakan dari ingatan sejarah.
Selain di IFI, pemutaran film serupa di Bandung juga dihelat mahasiswa di sejumlah kampus swasta sebagai acara peringatan Hari Hak Asasi Manusia.
ANWAR SISWADI
Berita lain:
JK: Tembak Langsung Kapal Pencuri Ikan!
Tragedi Dukun Santet Banyuwangi Mesti Diusut Lagi
Menangi Gugatan, Djan Faridz Yakin PPP Miliknya