TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro mengatakan pelemahan kurs tidak hanya dialami oleh Indonesia. Bahkan, kata Bambang, depresiasi rupiah termasuk yang paling rendah jika dibandingkan dengan negara berkembang lain. (Baca: Lawan Dolar, Indonesia Unggul Ketimbang Malaysia)
Menurut Bambang, selama dua hari terakhir rupiah melemah 2 persen. Angka ini relatif rendah jika dibandingkan dengan rubel Rusia yang melemah 10,2 persen dan lira Turki yang turun 3,4 persen. "Hanya Brasil yang lebih rendah, yaitu 1,6 persen," katanya di kantor Kementerian Koordinator Perekonomian, Selasa, 16 Desember 2014.
Bambang mengatakan pelemahan rupiah sejak awal tahun hingga saat ini mencapai 4 persen. Angka ini, kata dia, juga termasuk rendah jika dibandingkan dengan rubel Rusia yang mencapai 48 persen, lira Turki 8,9 persen, dan real Brasil yang turun 12,4 persen. (Baca: Menkeu: Dolar 'Mudik', Rupiah Menukik)
Secara terpisah, Menteri Koordinator Perekonomian Sofyan Djalil mengatakan pelemahan rupiah terjadi karena megatren global. "Tanggal 19 Desember ada rapat The Fed, jadi wajar kalau orang berspekulasi," ucap Sofyan. Secara statistik, kata dia, selama periode Desember 2013-2014, depresiasi rupiah sekitar 2,5 persen. Angka ini masih terbilang rendah jika dibandingkan dengan pelemahan yen Jepang sebesar 15 persen, dolar Singapura 6 persen, dan ringgit Malaysia 6 persen. Sofyan menolak jika kondisi saat ini disamakan dengan 1998. "Saat itu kan ada guncangan politik. Kalau sekarang kan aman," katanya.
Pendapat berbeda disampaikan Direktur Institute for Development of Economics and Finance Enny Sri Hartati. Menurut Enny, depresiasi rupiah bisa lebih buruk lantaran tingkat ekspor Indonesia terhadap impor masih lebih rendah dibanding negara lain di Asia. Selain itu, utang luar negeri Indonesia relatif lebih tinggi. "Karena itu, jika dilihat secara tahunan, depresiasi rupiah bisa lebih buruk ketimbang mata uang lain," kata Enny kepada Tempo. (Baca: Bila Rupiah Jeblok Rp 16 Ribu per US$, Ini Kata BI)
Enny mengatakan pelemahan rupiah saat ini terjadi karena faktor musiman, yakni meningkatnya permintaan dolar. Akhir tahun, kata dia, menjadi waktu pembayaran cicilan utang luar negeri yang jatuh tempo, sehingga permintaan dolar naik. Selain itu, waktu ini juga merupakan masa pembayaran dividen dalam bentuk dolar kepada perusahaan bermodal asing.
TRI ARTINING PUTRI | ROBBY IRFANI
Berita Terpopuler
Begini Akhir Teror Penyanderaan di Australia
Rini Soemarno Mau Jual Gedung BUMN ke Ahok
Dua Sandera Tewas, Korban Teror di Australia