TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan melemahnya nilai tukar rupiah yang terjadi saat ini bukan karena rapuhnya fundamental ekonomi Indonesia. Menurut JK, perbaikan ekonomi Amerika Serikat membuat kurs mata uang negara-negara lain harus bergerak ke arah keseimbangan (ekuilibrium) baru karena perubahan tersebut.
JK mengatakan keseimbangan kurs rupiah terhadap dolar Amerika kemungkinan berada pada level 12.500 hingga 13.000 per dolar AS. "Saya rasa 12.500 per dolar bagus," kata JK dalam konferensi pers di Kantor Presiden, Rabu, 17 Desember 2014. (Baca: Jokowi: Rupiah Jeblok, Industri Bisa Dapat Untung.)
Menurut JK, stabilitas kurs rupiah baru akan terasa pada awal 2015 karena tahun ini masih ada efek dari kenaikan harga bahan bakar minyak subsidi terhadap inflasi. Secara terpisah, Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro mengatakan, selain Amerika, ada negara lain yang bisa mempengaruhi kurs rupiah, yakni Rusia.
Kebijakan pemerintah Rusia untuk menaikkan suku bunga acuan, kata Bambang, memungkinkan rupiah semakin terpuruk. "Kenaikan suku bunga Rusia akan menyebabkan perubahan yang signifikan di pasar, terutama terhadap permintaan surat berharga dalam nilai rupiah," kata Bambang. (Baca: Rupiah Loyo, Jokowi Panggil Menteri ke Istana.)
Tingginya suku bunga Rusia ada kemungkinan merangsang pelarian dana dari negara berkembang lainnya. Bambang mengatakan bahwa bulan ini adalah keenam kalinya Rusia menaikkan suku bunga demi mendorong kurs rubel yang jeblok dihantam dolar.
ANGGA SUKMA WIJAYA | TRI ARTINING PUTRI
Berita Terpopuler
Ahok Umrahkan Marbot, Ini Reaksi FPI
Beda Gaya Jokowi dan SBY di Sebatik
Wajah Ical Lenyap dari Markas Golkar
Strategi Jokowi Atasi Pelemahan Rupiah