TEMPO.CO, Jakarta - Lingkaran Survei Indonesia mengadakan survei pandangan publik terhadap konflik yang terjadi di tubuh Partai Golongan Karya. Dalam paparan "Golkar Pasca-Putusan Menkumham", peneliti dari LSI, Ardian Sopa, menyatakan mayoritas publik lebih memilih Golkar segera melakukan islah internal.
"Sebanyak 72,94 persen publik ingin pimpinan Golkar segera islah lewat mahkamah partai," kata Ardian saat konferensi pers, Jumat, 19 Desember 2014. Sebanyak 17,65 persen lainnya menginginkan dua kubu yang bermasalah kembali bertarung di pengadilan untuk menentukan pihak mana yang paling benar. Sedangkan sisanya, yakni 9,41 persen, menjawab tidak tahu. (Baca: Konflik Golkar, Pengamat: Ical yang Rugi)
Survei ini dilakukan melalui sistem quick poll pada 16-17 Desember lalu. Metode yang digunakan adalah multistage random sampling, dengan margin error 2,9 persen. Sebanyak 1.200 responden berpartisipasi dalam survei yang dilengkapi dengan penelitian kualitatif in depth interview tersebut. (Baca: Golkar Bisa Paceklik di Pemilu 2019)
Publik, kata Ardian, juga menyarankan agar penyelesain konflik internal Golkar dilakukan melalui mahkamah partai. Dua cara yang disarankan yaitu, pertama, Golkar melakukan musyawarah nasional bersama atau munas rekonsiliasi. "Kedua, islah dengan cara kesepakatan power sharing antara kubu Ical dan Agung Laksono."
Publik, ujar Ardian, memposisikan Golkar sebagai penyangga politik. "Sehingga, bila mereka islah, bisa menjadi role model bagi partai politik lain yang sedang mengalami konflik serupa."
Survei tersebut dilakukan LSI pasca-keputusan Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly, yang menyatakan tidak mengesahkan kepengurusan hasil Munas Golkar kedua kubu. "Survei dilakukan agar elite politik tahu pendapat terbaru publik terhadap konflik yang terus berjalan dengan dinamika yang berubah."
INDRI MAULIDAR
Berita lain:
Dihujat FPI Soal Natal, Jokowi Dibela Ketua NU
Pilot Dimaki Dhani, Garuda: Baru Pertama Terjadi
Soal Natal, FPI Anggap Presiden Jokowi Murtad