TEMPO.CO, Semarang - Pemerhati masalah terorisme, Noor Huda Ismail, mengatakan simpatisan gerakan Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) di Indonesia jumlahnya masih sedikit. Berbeda dengan gerakan militan yang telah ada sebelumnya, seperti Negara Islam Indonesia (NII) dan Jamaah Islamiyah (JI). "Kemampuan militer dan indoktrinasi ISIS di Indonesia sangat terbatas," ujar Noor Huda kepada Tempo, Kamis, 8 Januari 2015. (Baca: Penyerang 'Pembalasan Nabi' Charlie Hebdo Tewas)
Bahkan, tutur dia, para milisi JI juga memusuhi ISIS. ISIS dinilai terlalu mudah menentukan musuh dan sasaran operasi, yang justru merugikan gerakan Islam secara umum.
Selain itu, menurut penulis buku Temanku Teroris? ini, oleh induk organisasi ISIS, simpatisan ISIS di Indonesia belumlah dipandang sebagai mitra strategis dibandingkan dengan Arab dan Eropa. Selain mayoritas penduduknya muslim, Arab kaya minyak. Adapun keberhasilan menggaet simpatisan dari Eropa dianggap memiliki gaung kampanye yang besar. (Baca: Ini Penyebab Kantor Media Charlie Hebdo Ditembaki)
Noor Huda mengingatkan, meski jumlahnya sangat sedikit, simpatisan ISIS di Indonesia berpotensi melakukan aksi teror di Tanah Air. Al-Adnani, salah satu tokoh ISIS, sudah mengeluarkan fatwa yang membolehkan anggota ISIS melakukan serangan di mana pun berada. "Apalagi untuk melakukan teror tidak perlu jumlah pelaku yang banyak," kata Noor Huda. "Lihat saja penembakan (yang dilakukan ISIS) di Paris, hanya dilakukan dua orang bukan?"
Menurut Noor Huda, potensi teror bisa datang dari para simpatisan ISIS Indonesia yang gagal berangkat ke Suriah karena terdeteksi oleh pemerintah Malaysia saat transit di negara tersebut.
SOHIRIN
Baca berita lainnya:
Menteri Jonan: Kenapa Saya Harus Tunduk pada Singapura?
Sindir ISIS, 11 Pekerja Majalah Tewas Ditembak
10 Kartun Charlie Hebdo yang Kontroversial
Jonan: Dirjen Perhubungan Udara Bubarkan Saja
Penyerang Charlie Hebdo: Ini Pembalasan Nabi!