TEMPO.CO, Rotterdam - Film Indonesia kembali meramaikan Festival Film International Rotterdam, yang berlangsung selama 21 Januari hingga 1 Februari 2015. Film Another Trip To The Moon (Menuju Rembulan) karya Ismail Basbeth, sutradara dari Yogyakarta, ini akan berlaga bersama 13 film lain dari berbagai negara untuk memperebutkan Tiger Award, penghargaan tertinggi di festival film yang sudah berusia 44 tahun ini.
Film Another Trip To The Moon akan bertarung melawan 12 film lain. Para pesaingnya itu adalah Above And Below karya Nicolas Steiner (Swiss/Jerman), Bridgend karya Jeppe Ronde (Denmark), Gluckauf karya Remy van Heugten (Belanda), Haruko’s Paranormal Laboratory karya Lisa Takeba (Jepang), Impressions Of A Drowned Man karya Kyros Papavassiliou (Cyprus, Yunani, Slovenia), La Mujer De Los Perros karya Laura Citarella dan Veronica Llinas (Argentina), Norfolk karya Martin Radich (Inggris), La Obra Del Siglo karya Carlos Quintela (Kuba/Argentina/Jerman), Parabellum karya Lukas Valenta Rinner (Argentina, Austria, Uruguay), Tired Moonlight karya Britni West (Amesika Serikat), Vanishing Point karya Jakrawal Nilthamrong (Thailand), dan Videophilia (And Other Viral Syndromes) karya Juan Daniel Fernandez Molero (Peru).
Senin malam lalu, 26 Januari 2015, film Basbeth diputar perdana di hadapan publik di biokop Pathe, Rotterdam, Belanda. Film ini akan diputar setiap hari di berbagai acara festival hingga 31 Januari mendatang. Film ini menjadi film kedua Indonesia yang bertarung di festival ini setelah Babi Buta Yang Ingin Terbang karya Edwin pada 2009.
Ismail Basbeth mengaku agak gugup saat menghadiri pemutaran perdana filmnya. "Posternya saja baru jadi dan saya bawa sendiri dari Indonesia," kata Ismail, yang baru tiba sehari sebelumnya di kota itu.
Poster filmnya akhirnya baru dipasang di berbagai lokasi dua jam sebelum pemutaran film berlangsung. "Tapi saya bersyukur. Walaupun segalanya serba mepet, akhirnya banyak juga yang menonton film ini," kata Ismail.
Bagi Ismail, Another Trip To The Moon ditonton orang jauh lebih penting daripada statusnya sebagai unggulan Tiger Awards. Malam itu sekitar 300 penonton hadir di bioskop berkapasitas 450 kursi tersebut.
Ismail Basbeth, 30 tahun, sempat mengenyam pendidikan musik tradisional di Bandung sebelum pindah dan menyelesaikan studinya di Jurusan Komunikasi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Dia mulai aktif di dunia film saat terlibat di Jogja-Netpac Asian Film Festival 2006. Film pendek pertamanya, Hide and Sleep, lahir pada 2008.
Dia kemudian mendirikan perusahaan film independen Hide Project Indonesia dan membuat beberapa film alternatif. Pada 2012 dia terpilih untuk masuk dalam Berlinale Talent Campus. Film pendeknya, Shelter (2011), diputar di Festiva Film Busan dan juga Festiva Film Rotterdam. Film pendeknya yang lain adalah Harry van Yogya (2010), Ritual (2011), Who the Fuck Is Ismail Basbeth (2012) dan Maling (2013).
Selain film Basbeth, film Siti karya Eddie Cahyono juga diputar di Festival Film International Rotterdam 2015 untuk kategori Bright Future Premiere, yang didedikasikan untuk para sutaradara baru yang berbakat. Film Siti pernah diputar di Festival Film International Singapura 2014 dan pemerannya, Sekar Sari, mendapat penghargaan sebagai pemeran utama terbaik.
Dua film pendek Indonesia juga akan diputar di sini di kategori As Long As It Takes: Short. Keduanya adalah Lonely Wolf karya Yusron Fuadi dan Waiting For News karya Yandy Laurens.
ASMAYANI KUSRINI (ROTTERDAM)