TEMPO.CO, Jakarta - Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) menyatakan alat stall warning di pesawat Air Asia QZ8501 sempat menyala sebelum pesawat mengalami kecelakaan pada Ahad pagi, 28 Desember 2014. Alat tersebut menyala sejak pesawat mencoba naik ke ketinggian 32 ribu kaki. Setelah pesawat Air Asia mencapai ketinggian 37.400 kaki, pesawat diketahui turun perlahan. Saat itu alat stall warning masih menyala.
Stall adalah merupakan keadaan ketika pesawat sudah kehilangan daya angkat. Salah satu penyebabnya adalah pitch attitude atau kemiringan mocong pesawat melebihi kemiringan yang ditentukan. (Baca: Bocoran VCR: Alarm AirAsia Menjerit Sebelum Jatuh)
Ketua tim investigasi Air Asia QZ8501, Mardjono Siswosuwarno, mengungkapkan alat stall warning akan menyala bila kemiringan moncong pesawat melebihi delapan derajat. "Jadi alat itu otomatis menyala. Bukan berarti dibilang pesawat mengalami stall," ujar Mardjono seusai konferensi pers di kantor KNKT, Jakarta, Kamis, 29 Januari 2015.
KNKT juga mengungkap temuan lain. Setelah petugas membuka kotak hitam Air Asia, ternyata sepanjang perjalanan pesawat nahas itu dikemudikan oleh kopilot, Remi Emmanuel Plesel.
"Second in command (SIC) atau kopilot biasanya di kokpit sebelah kanan. Saat itu dialah yang menerbangkan pesawat(Air Asia QZ8501)," kata Mardjono. (Baca: Terkuak, Siapa yang Menerbangkan Air Asia Maut)
Pada saat penerbangan Air Asia QZ8501, kata Mardjono, kapten pilot Irianto duduk di kursinya yang ada di sebelah kiri kokpit. Irianto melakukan monitoring saat penerbangan.
Posisi awak pesawat tersebut diketahui setelah petugas mendengar rekaman suara di kokpit melalui cockpit voice recorder (CVR). "Dalam rekaman terdengar, sejak awal kapten pilot sebagai monitoring dan yang berkomunikasi dengan ATC."
PINGIT ARIA
Terpopuler
Sindir Jokowi, NasDem: Kalau Bisa Diintervensi, Jangan Jadi Presiden
Diminta Mundur Tim Jokowi, Budi Gunawan Bereaksi
Budi Gunawan Didukung Mega? Ini Kata Wakapolri