TEMPO.CO, Jakarta - Matahari sudah di atas kepala, tapi antrean di depan pintu masuk ruang pameran utama Galeri Nasional makin memanjang, hingga mencapai halaman. Sekitar lima belas menit sekali, seorang satpam mempersilakan pengunjung untuk masuk ke ruang pamer.
"Jangan menyentuh benda seni, jangan mengambil gambar dengan lampu flash, dan jangan mengenakan tongsis," ujar satpam tersebut. Mendengar pengumuman itu, beberapa pengunjung belia yang ikut mengantri, kontan memasukkan kembali tongkat narsis milik mereka ke tas yang dititipkan di resepsionis.
Pemandangan yang cukup menggelikan ini mewarnai hari-hari awal pameran Aku, Dipenogoro pada Sabtu, 7 Februari 2015. Pameran hasil kerja sama Goethe Institut, Galeri Nasional, Yayasan Arsari Djojohadikusumo, Erasmus Huis, dan beberapa lembaga ini digelar hingga 8 Maret 2015 mendatang.
Sejarawan Dr Peter Carey, Dr Werner Kraus, dan Jim Supangkat, ditunjuk sebagai kurator pameran. "Pameran ini adalah sebuah apresiasi dan penghargaan terhadap peran dan dedikasi Pangeran Diponegoro," ujar Tubagus Andre Sukmana, Kepala Galeri Nasional.
Pameran ini dibagi dalam dua rangkaian kegiatan. Bagian pertama berupa pameran karya seni yang menampilkan sosok Pangeran Dipoengoro, terutama lukisan. Termasuk di antaranya adalah lukisan asli Pasukan Kita yang Dipimpin Pangeran Diponegoro karya Sudjojono, Pangeran Diponegoro Memimpin Pertempuran karya Basuki Abdullah, dan lukisan Raden Saleh Penangkapan Pangeran Diponegoro yang baru selesai direstorasi.
Sementara itu bagian kedua adalah bagaimana ingatan orang-orang masa kini, termasuk seniman kontemporer, tentang Diponegoro. Sebagian dari seniman menafsir ulang lukisan Penangkapan Diponegoro. Indieguerilla misalnya membuat lukisan itu ala komik Tintin. Atau Heri Dono, yang "memplesetkannya" menjadi Penangkapan Soeharto, dan menggambarnya dengan wajah-wajah tokoh politik nasional seperti Gus Dur dan Megawati.
"Melalui pameran ini, kami ingin melihat bagaimana representasi Diponegoro dalam tahapan yang berbeda," ujar Werner Kraus.
Yang menarik, dalam pameran ini juga dipamerkan tiga benda asli milik Pangeran Diponegoro. Nah, pengunjung bisa menyaksikan pelana yang biasa dikenakan sang pangeran dalam pertempuran. Juga ada tombak Kiai Rondhan, dan tongkat Kanjeng Kyai Tjokro yang baru saja dikembalikan dari Belanda.
Selain itu, digelar pula pameran tentang restorasi lukisan Raden Saleh Penangkapan Diponegoro dan beberapa kegiatan lain, seperti diskusi, pemutaran film, dan pertunjukan teater yang dibawakan Teater Koma.
RATNANING ASIH