TEMPO.CO, Jakarta- Basoeki Abdullah atau Pak Bas, pelukis kenamaan Indonesia meninggal pada 5 November 1993 di usia 78 tahun. Kematiannya tragis. Seorang pencuri masuk ke kamarnya, di Jalan Keuangan Raya 19, Jakarta, dengan niat menjarah koleksi arlojinya. Tatkala Basoeki tergeragap, sang pencuri menyambar bedil koleksi Basoeki yang ada dalam almari dan menghantamkannya ke kepala sang pelukis. Januari lalu, dihitung dari tahun kelahirannya (ia lahir pada 27 Januari 1915) genap 100 tahun Basoeki.
Dunia seni rupa mengenang Pak Bas adalah satu-satunya pelukis kita yang mengembara dari istana ke istana, dari Istana Bogor sampai Thailand, Kamboja, Filipina. Ia melukis keluarga kerajaan dan para tamu negara. Ia--tapi di mana saja tinggal--juga melukis nyonya-nyonya kaya, anak-anak keluarga terhormat, artis, atau siapa saja yang mau dengan tarif yang telah ditentukan sesuai dengan besar kecilnya kanvas.
Lukisan Basoeki Abdullah yang populer lainnya adalah lukisan Maria versi Jawa. Terutama di kalangan Katolik Jawa Tengah. “Bunda Maria versi Jawa dibuat Basoeki semasa tinggal di Belanda. Kini tersimpan di Museum Nijmegen,“ kata Romo Gregorius Subanar SJ.
Tak seperti umumnya kalangan seniman Eropa yang sering menampilkan Bunda Maria sebagai perempuan berselubung matahari dengan kaki menginjak bulan, Basoeki menggambarkan Maria sebagai perempuan berkudung, berkebaya hitam, dan berbatik parang rusak melayang di atas gunung berapi.
Mata Maria itu terpejam. Rambutnya tertutup kerudung selendang panjang berwarna biru tipis. Dua buah tangannya terhampar seolah sedang mendoakan semesta. Salah satu puncak gunung berapi mengepulkan asap. Di hamparan gunung itu ada sawah berteras-teras, pohon kelapa, sungai mengalir, rerimbun hutan. Maria seolah pelindung gunung. Ia lambang kesuburan.
Bunda Maria versi Jawa, dalam risetnya, Romo G. Subanar pernah melihat repro lukisan ini terpampang di majalah Katolik Claverbond edisi tahun 1940-an. Repro itu hitam putih. Romo Banar kemudian mengirim surat ke Museum Nijmegen Belanda untuk menanyakan hal itu. “Saya malah dapat dua versi repro Maria Versi Jawa,” katanya.
Keduanya mirip. Malah nyaris sama. Bedanya, di versi kedua, terdapat gambar seekor ular raksasa melilit kedua gunung. Kepala ular itu di gunung satu, matanya melotot tajam, lidah menjulur dan terlihat gigi tajam putih. Sementara ekor ular melilit puncak gunung yang menyemburkan asap.
Menurut Romo Banar, setidaknya ada lima lukisan karya Basuki yang menggambarkan “keimanan Katolik” dalam nuansa Jawa. Di samping dua Bunda Maria Versi Jawa (dua versi) di atas, ada dua buah lukisan berjudul Kelahiran dan Tri Tunggal. Satu lukisan lain dibuat di dinding altar Gereja Katedral Randusari, Semarang.
TIM TEMPO | SUNUDYANTORO