TEMPO.CO, Gresik - Papan pengumuman besar berbahan kain vinyl terpampang di mulut gang menuju Dusun Iker-Iker dengan tulisan: "Ini Bencana, Bukan Wisata". Sejak banjir menerjang Kamis malam, 6 Februari 2015, Dusun Iker-Iker merupakan salah satu daerah terparah yang mengalami banjir. Iker-Iker Geger masuk wilayah Desa Iker-Iker Geger beserta Dusun Geger Kulon dan Geger Wetan yang ketinggian airnya bisa lebih dari 1,5 meter. Tak sedikit warga yang melintas jalan raya Morowudi mampir melihat karena penasaran.
Warga Iker-Iker, Djayus, mengaku sudah terbiasa menghadapi banjir. "Sudah biasa seperti ini," katanya saat ditemui Tempo di rumahnya, akhir pekan lalu. Ia beserta anak dan istrinya beruntung memiliki rumah bertingkat, sehingga masih bisa bertahan di lantai 2. Istrinya yang sakit demam juga enggan dievakuasi. "Saya minta tolong petugas untuk mengirimkan obat saja."
Pedagang itu bahkan masih menerima kiriman kain tenun dari pengrajinnya, Jumini. Jumini sore itu meminta relawan di posko mengantarnya ke rumah Djayus. "Saya sudah jauh-jauh dari Karangandong. Biasanya tiap minggu kemari mengumpulkan kain," ujarnya.
Lain pula kisah Lasmi dan Tuminah. Dua petani di Dusun Geger Wetan itu seharian menghabiskan waktu dengan mengobrol. Sawahnya dipastikan gagal panen kali ini akibat terendam banjir. Ia menceritakan banjir mulai memasuki rumahnya pada Kamis, pukul 19.00, saat mereka baru pulang dari pengajian. "Dua jam, tingginya sudah segini," ujar Lasmi menunjuk lututnya.
Sama seperti warga lainnya, ia enggan mengungsi. Ia lebih memilih nangkring di atas meja atau tempat lain yang lebih tinggi. "Yang enggak kuat nangkring, ya, mengungsi. Seperti anak-anak dan yang sudah lansia," katanya. Untungnya, selama banjir, listrik masih mengaliri kampungnya.
Kepala Satuan Polisi Air Polres Gresik AKP Ari Sandi mengungkapkan pihaknya menurunkan empat personel Sabhara, dua personel Kurkes Polres, dan enam polisi air khusus di desa tersebut. "Di Geger, banjir banyak memasuki permukiman warga. Penampungan airnya di sini, jadi surutnya lama," katanya. Sedangkan wilayah Benjeng dan Balongpanggang didominasi persawahan.
Berdasarkan data BPBD Gresik, banjir menggenangi 1.317 hektare sawah dan 1.107 hektare tambak. Meski mulai surut, luberan anak Sungai Bengawan Solo itu merambah daerah baru. Satu desa di Kecamatan Kedamean terendam banjir. Adapun jumlah permukiman yang terkena dampak banjir kiriman itu menyusut menjadi 848 rumah dan 2.582 jiwa. Ketinggian air rata-rata 20-90 sentimeter.
ARTIKA RACHMI FARMITA