Bisnis.com, Surabaya - Guna mendorong angka konsumsi buah khas Nusantara, pemerintah mengimbau strategi pemasaran menggunakan metode bottom-up serta menyarankan para produsen tidak menggunakan nama asing untuk melabeli buah asli Indonesia.
Menteri Perdagangan Rachmat Gobel menyatakan strategi pemasaran produk buah Nusantara mulai sekarang harus menonjolkan daerah asal produk tersebut. Sebab, saat ini semakin banyak desa yang menghasilkan buah dengan keunggulan masing-masing.
“Misalnya, pepaya California. Kenapa harus dinamai ‘California’ kalau ternyata berasal dari Desa Lumajang. Seharusnya menggunakan nama pepaya Lumajang. Jadi, buah itu dapat diangkat sebagai produk yang membanggakan daerah tersebut,” katanya di sela kunjungan larut malam ke Pasar Induk Osowilangun, Jumat, 13 Februari 2015.
Selain itu, dia mencontohkan, durian Mon Thong, yang ternyata dihasilkan di Bali, mulai saat ini harus diganti namanya menjadi durian Singaraja. “Kita ini masih import-minded. Di desa-desa masih banyak yang tidak bangga kalau punya hajatan tidak ada buah impornya.”
Dia mendesak Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) di daerah-daerah sentra penghasil buah, seperti Jawa Timur, menyosialisasikan penggunaan nama desa produsen sebagai branding untuk buah lokal.
Dari segi pemasaran, dia berpendapat, cara yang digunakan harus bottom-up, yaitu menciptakan produk buah unggulan daerah, yang dapat dikenal oleh masyarakat Indonesia secara nasional, baru setelah itu ditingkatkan ke pasar ekspor.
“Ini supaya ada kebanggaan terhadap produk-produk kita sendiri. Sejak ada isu buah impor berbakteri, saya rasa ini adalah momentum kebangkitan buah Indonesia, yang terbukti lebih segar, lebih bagus, dan lebih aman dikonsumsi,” ucapnya.
Pasar Induk Osowilangun, Surabaya, sendiri merupakan salah satu pasar produk hortikultura terbesar di Jatim. Dirut Pasar Osowilangun Hartono Wignyopranoto menjelaskan, dalam sehari, perputaran omzet pasar tersebut mencapai Rp 5-6 triliun.
“Dengan diberikan tempat seperti ini, pedagang buah Nusantara menjadi lebih bermartabat, sehingga pemasaran buah lokal dapat lebih ditingkatkan dan upaya mempromosikan konsumsi buah Nusantara menjadi lebih mudah,” katanya.
Dirjen Pengembangan Ekspor Nasional (PEN) Kemendag Nus Nuzulia Ishak berujar, hingga saat ini, ekspor buah eksotis Indonesia yang terbesar adalah thamarin atau asam yang banyak dijual ke India.
Dia mengaku performa ekspor buah-buahan Nusantara memang masih belum maksimal, karena preferensi masyarakat masih condong ke buah impor. Namun, tahun ini, buah lokal berstandar ekspor, seperti produksi PT PTPN XII (Persero), akan makin digenjot ekspornya.
“Ada banyak yang akan kami pacu ekspornya setelah ini selain thamarin. Misalnya saja, apel, salak, manggis, dan pisang. Negara tujuannya mayoritas masih ke Tiongkok, tapi ada juga yang ke Australia,” tuturnya.
Nus menjelaskan, selama ini, ekspor buah Indonesia masih terkendala masalah standar, khususnya soal ukuran yang tidak merata. Karena itu, kata dia, dibutuhkan peran Kementerian Pertanian juga untuk membuat perkebunan buah di lini hulu lebih terstandar.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Jatim, hingga November 2014, impor buah Jatim terus melesat ke level US$27,9 juta. Menurut analisis BPS, kenaikan tersebut dipicu perubahan selera masyarakat Jatim ke konsumsi buah impor. Tiongkok menjadi pemasok 98 persen buah impor di provinsi tersebut.
Linda Teti Silitonga (Bisnis.com)