TEMPO.CO, Mimika: Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Sudirman Said mengatakan pembangunan pabrik pengolahan dan pemurnian (smelter) di Papua akan mengerucut pada pembahasan renegosiasi amandemen kontrak karya yang berakhir pada bulan Juli 2015. Dengan adanya kesepakatan pembangunan smelter di Papua, dia berharap pemerintah dan PT Freeport Indonesia dapat melakukan renegosiasi lebih cepat.
"Ketidakpastian harus cepat diakhiri karena Freeport harus melakukan investasi tambang bawah tanah," kata Sudirman di Mimika, Ahad, 15 Februari 2015.
Dengan kesepakatan smelter akan dibangun di Papua, menurut Sudirman, maka secara implisit pemerintah mempunyai atensi agar Freeport melanjutkan operasi. "Karena tidak mungkin smelter ini dibangun kalau operasi tidak dilanjutkan," ucapnya.
Saat ini Kementerian Energi dan Freeport sedang mempertajam finalisasi enam poin renegosiasi. Menurut dia, setelah kesepakatan ini maka pembicaraan renegosiasi akan lebih lancar. Kendati demikian dia enggan memberikan penegasan operasi Freeport akan dilanjutkan setelah kontrak karya selesai pada 2021.
Dengan begitu, menurut dia, masih ada waktu enam bulan untuk mengambil keputusan. “Saya ingin meniru Pak Jokowi. Jangan didesak, jangan dikejar. Pada waktunya kami sampaikan," katanya.
Dia mengatakan kesepakatan yang dicapai pemerintah dan Freeport saat ini adalah kesepakatan prinsip bahwa smelter akan dibangun di Papua. Adapun detail pembangunan smelter Papua akan dibahas kembali.
Untuk itu Sudirman memerintahkan Staf Ahli Menteri Said Didu sebagai pimpinan tim penelaah kapasitas smelter nasional untuk mengumpulkan fakta-fakta lebih detail untuk membuat rencana teknis. Dalam project plan smelter Papua ini, agar pembangunan feasible, maka Freeport dan pelaksana proyek harus menandatangani perjanjian.
Perjanjian tersebut, kata Sudirman, di antaranya akan berbunyi bahwa Freeport akan menyuplai konsentrat ke smelter Papua. "Karena itu bagian dari kelayakan.”
Dia mengatakan kepastian Freeport untuk memasok konsentrat ke smelter Papua akan menjadi bagian dari pembahasan dalam renegosiasi amandemen kontrak karya. "Kenapa kami wajibkan itu bagian dari perpanjangan kontrak, karena kami ingin smelter dibangun di Papua untuk mendapatkan input supaya ada kapasitas yang dipakai," tuturnya.
ALI HIDAYAT