TEMPO.CO, Bandung - Peneliti batu mulia dari Pusat Sumber Daya Geologi (PSDG) Bandung akan menyelidiki temuan batu giok di Nagan Raya, Aceh, yang kabarnya seberat 20 ton. Penyelidikan itu untuk memastikan jenis batu dan memperkirakan potensi batu giok di daerah tersebut.
"Itu pure jade (giok) atau bukan, harus kami pastikan," kata seorang peneliti batu mulia di PSDG Bandung, Martua Raja, Sabtu, 21 Februari 2015.
Sementara ini diduga, batu giok di Nagan Raya tersebut berjenis nephrite. Ada kemungkinan pula bongkahan batu itu tak seluruhnya giok, namun bercampur dengan batuan induknya.
Martua menjelaskan giok Aceh dibedakan menjadi dua jenis berdasarkan kandungan unsur kimia dan tingkat kekerasan batuannya, yaitu giok nephrite dan jadeit. Berdasarkan tingkat kekerasan batuan itu sesuai skala Mohs, giok nephrite punya tingkat kekerasan batu antara 6-6,5. Giok jadeit yang termasuk jarang diperoleh, berskala kekerasan 6,5-7. "Warnanya dari hijau agak putih sampai kehitaman," kata Martua.
Koordinator penyelidikan mineral PSDG Badan Geologi, Armin Tampubolon, mengaku harus menjawab kehebohan yang terjadi di masyarakat soal temuan batu giok itu. "Melihat dari gejala yang ada, penyelidikan diarahkan ke Nagan Raya," katanya. Penyelidikan juga akan diarahkan ke potensi batu giok di sana.
Penyelidikan batu giok itu, kata Armin, membuka lagi peluang survei batu mulia di Indonesia. Sejak beberapa tahun lalu akibat perubahan struktur instansi dan prioritas riset, survei batu mulia tidak lagi menjadi pekerjaan khusus. "Agenda kerja kita memang ada ke Aceh tahun ini, dimulai dengan diskusi soal batu mulia dulu," ujarnya.
Armin mengakui instansinya kalah cepat dengan tren batu mulia di masyarakat sekarang ini. Belakangan sesuai kebutuhan dan kebijakan kementerian, peneliti batu mulia beralih untuk membantu sektor agro industri seperti pupuk dan keramik.
ANWAR SISWADI