TEMPO.CO, Jakarta - Manajer Arsenal, Arsene Wenger, hanya duduk termangu menyaksikan timnya diacak-acak klub Prancis, AS Monaco, yang dulu pernah dilatihnya. Menjamu Monaco di Stadion Emirates dalam laga perdana babak 16 besar Liga Champions Eropa, Kamis dinihari, 26 Februari 2015, Arsenal akhirnya kalah 1-3.
Wenger mengatakan timnya seperti kehilangan keberanian dan rasionalitas dalam bermain sepak bola. Menurut Wenger, emosi mengalahkan kemampuan berpikir yang membuat timnya mandek. "Gol ketiga itu membuat tugas kami semakin berat dalam laga kedua nanti," katanya seperti ditulis BBC. "Mental kami tak siap untuk menghadapi pertandingan dan kami merasakan akibatnya."
Menurut Wenger, dalam 20 menit pertama seharusnya Arsenal sudah bisa memenangi pertandingan. Namun fisik para pemain Monaco ternyata sangat kuat. "Kami kehilangan banyak peluang. Coba lihat berapa yang hilang dalam pertandingan malam ini. Kami seharusnya tak melakukannya," kata manajer asal Prancis itu.
Wenger mengatakan sepak bola bukan hanya pekerjaan menyusun strategi di atas kertas. "Penampilan pemain sangat mempengaruhi. Malam ini Monaco tampil baik, sementara kami tidak," kata dia. Wenger juga menyayangkan banyaknya kesempatan mencetak gol yang dilewatkan striker Olivier Giroud. "Tampaknya hari ini bukanlah masa terbaiknya," kata Wenger.
Gelandang Monaco, Geoffrey Kondogbia, mengatakan timnya tidak terkejut bisa menang melawan Arsenal. Menurut dia, Monaco sudah melakukan persiapan dengan baik. "Kami tahu bisa menang jika mendapat sedikit saja kesempatan," kata pemain yang menyumbangkan gol pertama untuk Monaco itu.
Yang membuat Monaco kaget, kata Kondogbia, adalah mereka berhasil menang dengan selisih dua gol. "Kami sama sekali tak menduganya. Saat aku mencetak gol setelah menerima umpan dari Joao, aku hanya mencoba peruntunganku," katanya.
Mantan pemain Arsenal, Martin Keown, mengkritik gaya permainan Giroud dan kawan-kawannya. Menurut dia, Arsenal tidak cukup profesional dan terjebak dalam momen kekalutan setelah lawan mencetak gol. "Mereka tak selayaknya bereaksi seperti itu. Mereka seharusnya bisa profesional dan menjauh dari tekanan emosi," kata bekas bek tengah Inggris itu.
UEFA | BBC | GABRIEL WAHYU TITIYOGA