TEMPO.CO, Solo - Dampak kebijakan pemerintah yang melarang pegawai negeri menggelar rapat di hotel semakin dirasakan pebisnis hotel di Solo, Jawa Tengah. Mereka terpaksa melakukan berbagai efisiensi untuk menyikapi rendahnya tingkat hunian hotel.
Wakil Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Solo Purwanto Yudhonagoro mengatakan aturan yang dibuat Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi itu memukul telak bisnis perhotelan. "Okupansi hotel terjun bebas," katanya, Senin, 2 Maret 2015.
Menurut dia, selama ini okupansi hotel di Solo secara rata-rata mencapai 60 persen. "Saat ini turun menjadi 30 persen," katanya. Kondisi tersebut membuat para pengusaha hotel harus melakukan penghematan secara besar-besaran.
Salah satunya, merumahkan karyawannya untuk mengurangi beban pengeluaran. "Di Solo sudah lebih dari seratus karyawan hotel yang telah dirumahkan," katanya. Gelombang pemutusan hubungan kerja terjadi di semua jenis hotel, terutama hotel berbintang.
Dia mengakui bahwa langkah serupa juga terjadi di hotel yang dikelolanya. “Ada beberapa karyawan yang mulai dirumahkan,” kata pria yang menjabat sebagai General Manager Corporate PT Lor International Hotel tersebut. Menurut dia, langkah tersebut tidak bisa ditunda lantaran penurunan jumlah tamu yang menginap menyebabkan hotel mengalami kelebihan tenaga kerja.
Kondisi tersebut juga diyakini bakal berimbas pada penyerapan lulusan sekolah dan akademi pariwisata. "Masa depan para siswa dan mahasiswa sekolah pariwisata menjadi suram," katanya.
AHMAD RAFIQ