TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Dinas Penerangan TNI Angkatan Darat Brigadir Jenderal Wuryanto mengatakan meski sudah pensiun, Tatang Koswara masih sering dimintai masukan tentang seluk-beluk penembak jitu. Komando Pasukan Khusus TNI AD menjadi salah satu kesatuan yang sering meminta pendapat Tatang.
"Beliau bukan pelatih tetap, tapi sering diminta masukan ketika hendak lomba menembak," kata Wuryanto ketika dihubungi Tempo, Rabu, 4 Maret 2015.
Namun, kini TNI tak bisa lagi meminta saran dari Tatang. Sebab, sniper terbaik Indonesia itu wafat pada Selasa malam, 3 Maret 2015 setelah mendapat serangan jantung. Ketika itu Tatang sedang diwawancara dalam acara Hitam Putih, Trans 7. Tatang langsung dibawa ke Rumah Sakit Medistra yang tak jauh dari studio Trans 7.
Nyawanya tak tertolong saat dilakukan upaya medis. Sesuai rencana, jenazah Tatang akan dikebumikan Rabu pagi ini di Cibaduyut, Bandung, Jawa Barat.
Tatang merupakan pensiunan TNI AD dengan pangkat terakhir pembantu letnan satu. Ia masuk jajaran penembak jitu terbaik di dunia. Dalam buku Sniper Training, Techniques and Weapons karya Peter Brookesmith terbitan 2000, nama Tatang masuk dalam daftar 14 besar Sniper’s Roll of Honour di dunia.
Tatang mulai masuk militer melalui jalur tamtama di Banten pada 1966. Pada 1977-1978 Tatang beroperasi di Timor Timur (sekarang Timor Leste). Di bekas provinsi Indonesia itu, lebih dari 40 orang Fretilin menjadi korban tembakan jitunya.
Meski punya ijazah Sekolah Teknik (setara SMP), Tatang melamar sebagai prajurit tamtama menggunakan ijazah SR (Sekolah Rakyat) atau Sekolah Dasar. Selang beberapa tahun ia mengikuti penyesuaian pangkat sesuai ijazah yang dimiliknya itu.
Sebagai bintara, ia ditempatkan di Pusat Kesenjataan Infanteri (Pusenif). Di sana pula ia mendapatkan mengikuti berbagai pelatihan, mulai kualifikasi raider hingga sniper. Ia menggunakan sandi S-3 alias siluman 3.
INDRA WIJAYA