TEMPO.CO, Surabaya - Gubernur Jawa Timur Soekarwo membantah tidak menyetujui rencana proyek pembangunan transportasi massal trem oleh Pemerintah Kota Surabaya. "Bukan begitu, tapi sistemnya," ujar Soekarwo, Kamis, 5 Maret 2015.
Menurut Soekarwo, Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla sebetulnya masih mempertanyakan sistem transportasi publik pendamping sebagai penunjang trem. Sejauh ini, kata dia, konsep transportasi pendamping itu belum matang.
"Kalau, misalnya, turun dari trem tapi tidak ada angkutan lain, itu sama saja mengulangi kegagalan Kota Bangkok (Thailand). Bangkok akhirnya membuat lagi jalur trem melingkar sejauh 100 kilometer agar setelah penumpang turun ada angkutan lain," ujarnya.
Hal yang sama, tutur dia, juga berlaku di Surabaya. Jika nanti jadi membangun jalur trem rute Tanjung Perak hingga Terminal Joyoboyo, Wonokromo, dibutuhkan mode transportasi lain untuk mengangkut penumpang setelah turun dari trem.
Selain tentang transportasi pendamping, menurut Soekarwo, harga tiketnya juga harus terjangkau. Kalau pun mahal, pemerintah harus mensubsidi. "Namanya juga transportasi massal," kata Soekarwo. "Kalau tidak ada yang naik, siapa yang mau investasi, wong ini dibiayai pihak ketiga."
Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini pernah mengatakan pemerintah pusat idealnya memberikan subsidi bagi pengadaan trem di Surabaya minimal 25-50 persen. Menurut Risma, jika biaya infrastruktur trem bisa disubsidi 25-50 persen ditambah kontrak PT Kereta Api, tarif yang dibebankan kepada masyarakat akan lebih ringan.
Pemkot juga masih menghitung biaya investasi dan operasional apabila pengguna trem kurang dari daya angkut minimal. Nilai investasi itu yang nantinya akan berpengaruh terhadap nilai jual tiket. Dari perhitungan kasar, biaya tiket sebesar Rp 6.000. Dengan subsidi 50 persen dari pemerintah pusat, warga hanya perlu membayar Rp 3.000. Namun perhitungan ini bisa berubah.
EDWIN FAJERIAL