TEMPO.CO, Jakarta - Nilai tukar rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta, Senin pagi, 9 Maret 2015, bergerak melemah sebesar 15 poin menjadi Rp 12.990 dibanding sebelumnya Rp 12.975 per dolar Amerika Serikat.
"Dolar AS naik terhadap mayoritas mata uang dunia, termasuk rupiah, setelah tingkat pengangguran dan pertambahan tenaga kerja non-pertanian Amerika Serikat diumumkan membaik," kata ekonom Samuel Sekuritas, Rangga Cipta, di Jakarta, Senin, 9 Maret 2015.
Baca Juga:
Menurut Rangga, data Amerika Serikat yang positif itu kembali membangkitkan harapan akan adanya kenaikan suku bunga AS (Fed Fund Rate) pada tahun ini, sehingga menekan aset mata uang berisiko, salah satunya rupiah.
Namun, dia melanjutkan, berita positif dari Cina yang mencatatkan surplus neraca perdagangan serta adanya negosiasi antara Yunani dan Uni Eropa menjelang jadwal pembayaran bunga utang Yunani diperkirakan dapat menahan laju penguatan dolar AS lebih tinggi terhadap mata uang berisiko.
Selain itu, ia menambahkan, diluncurkannya program quantitative easing (QE) oleh Bank Sentral Eropa (ECB) sepertinya juga akan berdampak positif bagi pasar keuangan global ke depannya.
Dari dalam negeri, Rangga melanjutkan, sentimen untuk rupiah juga masih cukup positif. Cadangan devisa Indonesia yang meningkat pada periode Februari 2015 menunjukkan dana asing masih cukup deras mengalir ke dalam negeri.
"Rupiah diperkirakan masih berpotensi untuk kembali menguat," katanya.
Dalam data Bank Indonesia, tercatat posisi cadangan devisa Indonesia per akhir Februari 2015 sebesar 115,5 miliar dolar AS atau sekitar dengan Rp 1.501,5 triliun (kurs Rp13.000 per dolar AS), meningkat 1,3 miliar dolar AS atau Rp169 triliun dari posisi akhir Januari 2015 sebesar 114,2 miliar dolar AS atau sekitar Rp 1.484,6 triliun.
Analis PT Platon Niaga Berjangka, Lukman Leong, menambahkan bahwa meningkatnya cadangan devisa Indonesia itu akan menjadi salah satu penopang laju mata uang rupiah ke depannya.
"Meningkatnya cadangan devisa itu menunjukkan ekonomi Indonesia masih kuat di tengah perlambatan global, dan cadangan devisa juga masih mampu menjaga pertumbuhan ekonomi Indonesia ke depan," katanya.
ANTARA