TEMPO.CO, Jakarta - Kalau ada orang yang tidak terpana melihat kualitas gambar The Order: 1886, dia pasti bohong. Sejak diluncurkan, game keluaran Ready at Dawn yang diproduksi khusus untuk PlayStation 4 itu memanjakan mata kita, seperti yang Tempo nikmati, Selasa, 17 Maret 2015.
Grafis memang menjadi kekuatan utama permainan bergenre third-person shooter ini. Semua digambar dengan super tajam, halus, dan detail. Hampir tidak ada perbedaan antara cut-scene dan saat kita beraksi. Saat bermain, kita seperti menonton film, tapi ikut berperan di dalamnya. Bisa dibilang The Order memiliki kualitas gambar terbaik di antara semua game yang pernah Tempo mainkan.
Game ini berlatar London pada paruh akhir 1886. Ru Weerasuriya, sang sutradara, meleburkan berbagai unsur dengan gurih, seperti gado-gado. Knights of the Round Table bentukan Raja Arthur melanjutkan perang melawan half breed, makhluk separuh manusia separuh hewan, yang telah berlangsung berabad-abad. Para kesatria bersenjatakan pistol dan bedil supercanggih serta punya Blackwater, air penyembuh luka.
Kita berperan sebagai Sir Grayson Galahad, satu dari Kesatria Meja Bundar. Bersama sobat karib lamanya, Sir Percival, dia menyelidiki wabah half breed di London, yang bersamaan dengan munculnya gerakan pemberontak.
Sayangnya, di game dengan grafis hampir sempurna ini, peran pemain dipangkas. Di luar adegan tembak-tembakan, peran kita dibatasi dengan menekan tombol sesuai dengan perintah yang muncul di layar. Telat pencet, mati.
Permainan ini berjalan secara linear. Artinya, hanya ada satu jalan yang bisa dilalui sang lakon. Misalnya, saat melewati gang di permukiman padat, semua pintu terkunci dan hanya satu yang terbuka. Ke sanalah kita melangkah. The Order seperti menantang arus besar open world--game dengan pemain bebas berkelana seperti Grand Theft Auto V dan Middle Earth: Shadow of Mordor--yang jadi tren beberapa tahun terakhir.
Diluncurkan pada 20 Februari lalu, The Order: 1886 diserang banyak kritikan. Selain cara bermain, faktor teknis terkena kritik. Misalnya adanya batang hitam di bagian atas dan bawah layar di sepanjang permainan. Ada juga yang mencela pendeknya waktu permainan. Sebuah video di YouTube, yang muncul sebelum peluncuran, mengklaim game itu bisa dikhatamkan hanya dalam lima jam, di bawah rata-rata durasi game 16 jam.
Meski banyak kritik kelewat pedas, Weerasuriya cs perlu mencatatnya. Dengan demikian, bermodal grafis yang mereka miliki, kita bisa berharap The Order: 1887--kalaupun ada--jadi permainan yang jauh lebih cihuy.
REZA MAULANA