TEMPO.CO, Tokyo - Presiden Indonesia Joko Widodo mengatakan klaim Cina untuk sebagian besar Laut Cina Selatan tidak memiliki dasar hukum dalam hukum internasional, lapor surat kabar Yomiuri Jepang yang dilansir Reuters pada 23 Maret 2015.
Pernyataan tersebut dibuat Widodo dalam sebuah wawancara pada Minggu, 22 Maret 2015, menjelang kunjungan ke Jepang dan Cina. Ini pertama kali Jokowi mengambil posisi dalam sengketa Laut Cina Selatan sejak menjabat sebagai presiden pada Oktober tahun lalu.
Indonesia, negara terbesar di Asia Tenggara, telah menjadi mediator yang diangkat dalam menyelesaikan sengketa teritorial antara negara tetangganya dan Cina atas Laut Cina Selatan.
"Kita perlu perdamaian dan stabilitas di kawasan Asia-Pasifik. Hal ini penting untuk memiliki stabilitas politik dan keamanan untuk membangun pertumbuhan ekonomi kita. Jadi kami mendukung Kode Etik (Laut Cina Selatan) dan dialog antara Cina dan Jepang serta Cina dan ASEAN," ujar Jokowi.
Widodo juga menegaskan bahwa dia dan Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe hari ini akan menandatangani perjanjian kerja sama pertahanan yang akan mencakup bagaimana bekerja dengan militer Jepang, operasi penyelamatan, bantuan kemanusiaan, dan pertahanan cyber.
Jepang telah membangun kemitraan dengan Filipina dan Vietnam, dua negara yang paling bertentangan dengan Cina soal garis teritorial di Laut Cina Selatan. Jepang sendiri terlibat dalam sengketa sengit dengan Cina atas pulau tak berpenghuni di Laut Cina Timur.
Jokowi berharap membicarakan kerja sama maritim dengan penjaga pantai Jepang, karena Jepang memiliki pengalaman yang baik dalam mengelola perairannya.
Jokowi akan mengunjungi Cina segera setelah dari Jepang. Indonesia dan Cina memiliki hubungan militer yang lebih maju. Indonesia juga telah membeli rudal dan perangkat keras militer lain buatan Cina.
REUTERS|YON DEMA