TEMPO.CO, Padang - Politikus Partai Golkar, Mahyudin, menyatakan tidak takut atas rencana pencopotannya sebagai Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat oleh Ketua Umum Partai Golkar hasil Musyawarah Nasional Bali, Aburizal Bakrie alias Ical.
"Saya merasa tak melakukan pelanggaran tugas-tugas sebagai Wakil Ketua MPR. Juga tak melanggar aturan partai," ujarnya di Kota Padang, Sumatera Barat, Kamis, 26 Maret 2015.
Menurut Mahyudin, pencopotan Wakil Ketua MPR tak bisa dilakukan seenaknya. Sebab, ada syaratnya, antara lain berhalangan tetap, mengundurkan diri, dan diberhentikan sebagai anggota DPR.
Pemberhentian sebagai anggota Dewan pun harus ada alasannya. Misalnya melanggar aturan hukum, korupsi, pindah partai, dan diberhentikan sebagai anggota partai. "Saya tak melanggar AD/ART. Saya melanggar apa? Salah saya apa?" ujarnya.
Mahyudin membantah jika dianggap mengkhianati kubu Ical. Ical, kata Mahyudin, seharusnya paham bahwa dalam politik, tak ada musuh yang abadi. "Dianggap berkhianat? Terlalu kekanak-kanakan dan naif," ujarnya.
Mahyudin mengatakan hanya menghormati dan mendukung putusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia yang mengesahkan kepengurusan Golkar hasil Musyawarah Nasional Ancol. Malah, Mahyudin menyatakan siap masuk ke kepengurusan Golkar kubu Agung Laksono.
"Secara hukum, yang mendapatkan legitimasi hukum itu Agung Laksono karena sudah disahkan pemerintah. Pengesahan itu harus kita hormati," ujarnya.
Menurut dia, meskipun saat ini kubu Aburizal menggugat putusan itu ke pengadilan tata usaha negara, gugatan itu tidak akan menghalangi pengesahan Menteri Hukum. Sebab, pengesahan itu sesuai dengan aturan dalam Pasal 67 ayat 1 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang PTUN.
"Ini negara hukum. Kita harus taat kepada hukum," ujar mantan Bupati Kutai Timur ini.
ANDRI EL FARUQI