TEMPO.CO , Tegal: Rehabilitasi Masjid Agung Kota Tegal menuai kritik dari sejarawan Kota Tegal, Wijanarto. "Proses konservasi Masjid Agung semakin kehilangan spirit historisnya," kata Wijanarto kepada Tempo pada Rabu, 8 April 2015.
Rehabilitasi Masjid Agung Kota Tegal dikerjakan PT Ritter Dinamika dari Jakarta Barat dengan nilai kontrak Rp 9,5 miliar. Biaya itu sumbernya dari dana hibah Pemerintah Kota Tegal. Dana hibah Rp 10 miliar dari APBD 2014 diserahkan kepada Yayasan Masjid Agung Kota Tegal pada 12 Desember 2014.
Dari gambar desain yang dipampang di pagar depan Masjid Agung, rehabilitasi akan mengubah drastis penampilan luar salah satu ikon Kota Tegal itu. Masjid yang semula hanya memiliki satu menara itu juga akan dirombak menjadi bangunan baru lengkap dengan empat menara megah di tiap sudutnya.
Kendati demikian, atap masjid yang terdiri dari dua bagian tetap dipertahankan alias tidak diganti kubah. Pada kurun 1935 hingga 1985, Wijanarto mengatakan, bentuk Masjid Agung Kota Tegal mirip dengan Masjid Agung Demak, salah satu masjid tertua di Indonesia.
"Masjid Agung Kota Tegal beberapa kali mengalami proses konservasi. Arsitektur klasiknya mulai tergerus setelah pemugaran pada 1985 hingga sekarang," kata Wijanarto. Masjid Agung yang berada tepat di barat Alun-alun Kota Tegal itu dibangun pada 1825 oleh penghulu pertama di Kota Tegal, Kyai Abdul Aziz.
Menurut Wijanarto, Masjid Agung dan Alun-alun termasuk landmark Kota Tegal selain Pendopo Ki Gede Sebayu di kompleks Balai Kota Tegal. Meski Undang Undang Cagar Budaya memperkenankan proses konservasi terhadap bangunan bersejarah, Wijanarto berujar, rehabilitasi Masjid Agung musti mengusung semangat untuk mengembalikan khazanahnya sebagai ikon dan landmark Kota Tegal.
"Jangan sampai bangunannya menjadi bagus tapi cacat historis. Zona inti masjid musti dipertahankan agar Kota Tegal tidak amnesia sejarah," ujar Wijanarto.
Wijanarto berharap rehabilitasi itu juga melibatkan arsitek yang memahami lanskap sejarah budaya Masjid Agung agar nilai historisnya tetap terjaga.
Melalui rilis yang dilansir Bagian Humas dan Protokoler Setda Pemkot Tegal, Wali Kota Tegal Siti Masitha Soeparno mengatakan rehabilitasi itu bertujuan meningkatkan kenyamanan masyarakat dalam beribadah dan melaksanakan kegiatan keagamaan lain di Masjid Agung.
Ihwal kekhawatiran rehabilitasi bakal menghilangkan spirit historis Masjid Agung, Sekretaris Yayasan Masjid Agung Kota Tegal Abdul Hayyik mengatakan zona inti tetap dipertahankan seperti aslinya. "Seperti mustaka (atap limas), daun pintu, dan jendela," kata Abdul.
Abdul menambahkan, dalam buku tentang sejarah Masjid Agung, Masjid Agung sudah beberapa kali mengalami perbaikan sejak 1909 hingga 1983. Perbaikan itu meliputi pendirian menara, perluasan serambi, kolam wudlu, hingga serambi bertingkat.
DINDA LEO LISTY